Jalan Terjal Terapi 'Cuci Otak' yang Dicetuskan Calon Menkes dr Terawan

Jalan Terjal Terapi 'Cuci Otak' yang Dicetuskan Calon Menkes dr Terawan

Frieda Isyana Putri - detikHealth
Rabu, 23 Okt 2019 06:00 WIB
Jalan Terjal Terapi Cuci Otak yang Dicetuskan Calon Menkes dr Terawan
dr Terawan di ruang 'cuci otak' RSPAD Gatot Subroto (Foto: Widiya Wiyanti/detikHealth)
Jakarta - Munculnya Dr dr Terawan Agus Putranto, SpRad berkemeja putih di Istana Negara memunculkan desas-desus dirinya akan menjadi Menteri Kesehatan selanjutnya dalam Kabinet Pemerintahan 2019-2024.

dr Terawan, begitu ia disapa, membuat gebrakan fenomenal sejak mengenalkan terapi menggunakan alat Digital Substraction Angiography (DSA) untuk penanganan penyakit di kepala. Beberapa pasien yang memberi testimoni menyebut terapi tersebut sebagai 'cuci otak'.

Saat ditemui di Rumah Sakit Kepresidenan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, dr Terawan mengaku bahwa awalnya hanya untuk meningkatkan keselamatan pasien saat tindakan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



"Tujuannya dulu adalah untuk meningkatkan safety pada pasien untuk tindakan DSA itu sendiri. Tapi dengan meningkatkan safety untuk pasien, lho hasilnya malah positif untuk pasien. Jadi penemuannya sebenarnya ya berkah Yang Kuasa," ujarnya, beberapa waktu lalu.

Alat DSA sendiri sebenarnya merupakan alat untuk mendiagnosis dengan menggambarkan kondisi pembuluh darah di otak. Namun dengan mengembangkan teknik DSA, penggunaan alat DSA itu pun bisa untuk terapi beberapa kondisi.

Pernah menjadi kontroversi dalam dunia medis Indonesia, berikut perjalanan metode DSA fenomenal dr Terawan seperti dirangkum oleh detikHealth:

Pertama kali dikenalkan sebagai disertasi

Di ruang ini, 'cuci otak' dilakukan dengan alat DSA (Foto: Widiya Wiyanti/detikHealth)
Penelitian DSA awalnya dibuat oleh 6 orang termasuk dirinya, untuk menjadikan keenam peneliti tersebut bergelar doktor. DSA diperkenalkan sebagai disertasi dan penelitian di Universitas Hasanuddin.

"DSA sudah saya disertasikan di Universitas Hasanuddin bersama 5 orang yang lain. Berarti 6 orang bersama menjadi pohon penelitian riset yang cukup baik sehingga menghasilkan 12 jurnal internasional," jelasnya.

Tidak menampik adanya risiko kegagalan, maka dari itu dr Terawan mengatakan penelitian tersebut dibuat dengan cermat, detail, dan persiapan yang baik.

"Dan jangan lupa harus didukung doa," tandasnya.

Dipraktikkan di RSPAD

Foto: Widiya Wiyanti/detikHealth
dr Terawan mengaku memperkenalkan metode tersebut sejak tahun 2004. Di tahun 2015 saat ia menjabat sebagai kepala RSPAD, ia mengklaim di tahun berikutnya ia sudah menangani lebih dari 40 ribu pasien 'cuci otak'.

Beberapa tokoh pernah ia tangani seperti Prabowo dan Moeldoko, banyak yang menyebutkan dan memberi testimonial bahwa metode DSA ini sangat baik dan bahkan direkomendasikan.

Menuai kontroversi

Foto: Lamhot Aritonang
Sayangnya di tahun 2018, perjalanan gemilang DSA Terawan tersandung. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) menjatuhkan sanksi kepada Dr dr Terawan Agus Putranto, SpRad (dr TAP) atas 'pelanggaran etik serius'. Sanksi berupa pemecatan dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) selama satu tahun.

"...menetapkan bobot pelanggaran etik kedokteran dr TAP adalah berat (serious ethical misconduct, pelanggaran etik serius)," tulis MKEK dalam salinan surat yang beredar.

"Dan menetapkan sanksi berupa pemecatan sementara sebagai anggota IDI selama 12 bulan dimulai tanggal 26 Februari 2018 sampai dengan 25 Februari 2019 dan diikuti pernyataan tertulis pencabutan rekomendasi izin prakteknya," lanjutnya.

Belakangan setelah melalui proses mediasi, 'pemecatan' tersebut dinyatakan ditunda.

Lewati fase 1 uji klinis

Foto: Ari Saputra
Terapi tersebut dikatakan harus melalui beberapa fase uji klinis untuk menetapkan dasar ilmiahnya. Menurut Siswanto, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), suatu penelitian yang baik untuk diterapkan pada manusia harus melalui beberapa fase uji klinis.

"Kalau bicara penelitian yang untuk manusia kan ada fase-fasenya, ada uji klinis fase 2, terus 3. Kalau fase 1 kan sudah selesai," ujarnya saat ditemui di sela-sela acara Rapat Kerja Balitbangkes di Hotel Manhattan Jakarta, Jumat (6/4/2018).

Ia menyebut DSA yang sudah diteliti sebagai sebuah disertasi sebetulnya sudah bisa diterima secara ilmiah sepanjang prinsip-prinsip kaidah ilmiahnya bisa dijalankan. Akan tetapi karena ia tak mendalaminya, ia hanya berkomentar sebaiknya diselesaikan bersama IDI.

Siap diujicobakan di UGM

Foto: Widiya Wiyanti/detikHealth
Rektor Universitas Gajah Mada Prof Ir Panut Mulyono mengatakan pihaknya siap melakukan uji coba metode 'cuci otak' milik dr Terawan Agus Putranto. Panut memastikan kesiapan UGM ini untuk kepentingan akademis dan bukan politis.

"Kalau kami siap, kalau uji coba untuk meyakinkan atau membuktikan metodenya itu ya dengan senang hati, karena prinsipnya kami kerja secara akademis dan ilmiah, tidak ada kepentingan politis," ujar Panut di Kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (12/4/2018).

Panut akan memastikan kesiapan fasilitas di UGM jika nantinya ditunjuk untuk melakukan uji coba.

"Siap (melakukan ujicoba), asal punya peralatannya, saya belum tahu di FK atau RS Akademik atau di RS Sardjito ada fasilitas itu atau belum. Kalau ada ya dengan senang hati," katanya, meski hingga kini belum ada komunikasi dari pihak terkait untuk memilih UGM sebagai tempat uji coba metode 'cuci otak' dr Terawan ataupun pada komunikasi dari Pihak Kemenristek Dikti.

Diterapkan pada seribu warga Vietnam

Foto: Widiya Wiyanti/detikHealth
Pada akhir tahun 2018 lalu, metode DSA ini kembali membuat gebrakan. dr Terawan dikabarkan akan menerapkan terapi ini bagi 1.000 warga Vietnam. Program ini dimaksudkan sebagai medical tourism atau wisata kesehatan dan akan dilakukan selama kurang lebih enam bulan dan dibantu oleh tujuh orang dokter di RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto.

dr Terawan pun mengatakan bahwa terapi DSA ini sudah sesuai standar pelayanan internasional yang sudah digunakan oleh masyarakat Indonesia dan bahkan masyarakat dunia. Ia menyebut masyarakat beberapa negara pernah menjalani pengobatan dengan terapi tersebut.

"Kalau perizinan apa yang harus diizinkan? Karena ini kan sudah standar pelayanan internasional. Cukup beliau-beliau menyaksikannya dan mendoakannya, agar ini berjalan dengan baik, bisa mendatangkan devisa yang baik buat negara kita. Otomatis putaran ekonomi masyarakat bisa berjalan," lanjutnya.

Duta Besar Vietnam, Pham Vinh Quan pun mengatakan senang bekerjasama dengan Indonesia di bidang medis.

"Program ini bisa lebih meningkatkan medical tourism. Juga agar para dokter bisa bekerjasama untuk meningkatkan dunia medis," katanya.

Halaman 2 dari 7
Penelitian DSA awalnya dibuat oleh 6 orang termasuk dirinya, untuk menjadikan keenam peneliti tersebut bergelar doktor. DSA diperkenalkan sebagai disertasi dan penelitian di Universitas Hasanuddin.

"DSA sudah saya disertasikan di Universitas Hasanuddin bersama 5 orang yang lain. Berarti 6 orang bersama menjadi pohon penelitian riset yang cukup baik sehingga menghasilkan 12 jurnal internasional," jelasnya.

Tidak menampik adanya risiko kegagalan, maka dari itu dr Terawan mengatakan penelitian tersebut dibuat dengan cermat, detail, dan persiapan yang baik.

"Dan jangan lupa harus didukung doa," tandasnya.

dr Terawan mengaku memperkenalkan metode tersebut sejak tahun 2004. Di tahun 2015 saat ia menjabat sebagai kepala RSPAD, ia mengklaim di tahun berikutnya ia sudah menangani lebih dari 40 ribu pasien 'cuci otak'.

Beberapa tokoh pernah ia tangani seperti Prabowo dan Moeldoko, banyak yang menyebutkan dan memberi testimonial bahwa metode DSA ini sangat baik dan bahkan direkomendasikan.

Sayangnya di tahun 2018, perjalanan gemilang DSA Terawan tersandung. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) menjatuhkan sanksi kepada Dr dr Terawan Agus Putranto, SpRad (dr TAP) atas 'pelanggaran etik serius'. Sanksi berupa pemecatan dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) selama satu tahun.

"...menetapkan bobot pelanggaran etik kedokteran dr TAP adalah berat (serious ethical misconduct, pelanggaran etik serius)," tulis MKEK dalam salinan surat yang beredar.

"Dan menetapkan sanksi berupa pemecatan sementara sebagai anggota IDI selama 12 bulan dimulai tanggal 26 Februari 2018 sampai dengan 25 Februari 2019 dan diikuti pernyataan tertulis pencabutan rekomendasi izin prakteknya," lanjutnya.

Belakangan setelah melalui proses mediasi, 'pemecatan' tersebut dinyatakan ditunda.

Terapi tersebut dikatakan harus melalui beberapa fase uji klinis untuk menetapkan dasar ilmiahnya. Menurut Siswanto, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), suatu penelitian yang baik untuk diterapkan pada manusia harus melalui beberapa fase uji klinis.

"Kalau bicara penelitian yang untuk manusia kan ada fase-fasenya, ada uji klinis fase 2, terus 3. Kalau fase 1 kan sudah selesai," ujarnya saat ditemui di sela-sela acara Rapat Kerja Balitbangkes di Hotel Manhattan Jakarta, Jumat (6/4/2018).

Ia menyebut DSA yang sudah diteliti sebagai sebuah disertasi sebetulnya sudah bisa diterima secara ilmiah sepanjang prinsip-prinsip kaidah ilmiahnya bisa dijalankan. Akan tetapi karena ia tak mendalaminya, ia hanya berkomentar sebaiknya diselesaikan bersama IDI.

Rektor Universitas Gajah Mada Prof Ir Panut Mulyono mengatakan pihaknya siap melakukan uji coba metode 'cuci otak' milik dr Terawan Agus Putranto. Panut memastikan kesiapan UGM ini untuk kepentingan akademis dan bukan politis.

"Kalau kami siap, kalau uji coba untuk meyakinkan atau membuktikan metodenya itu ya dengan senang hati, karena prinsipnya kami kerja secara akademis dan ilmiah, tidak ada kepentingan politis," ujar Panut di Kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (12/4/2018).

Panut akan memastikan kesiapan fasilitas di UGM jika nantinya ditunjuk untuk melakukan uji coba.

"Siap (melakukan ujicoba), asal punya peralatannya, saya belum tahu di FK atau RS Akademik atau di RS Sardjito ada fasilitas itu atau belum. Kalau ada ya dengan senang hati," katanya, meski hingga kini belum ada komunikasi dari pihak terkait untuk memilih UGM sebagai tempat uji coba metode 'cuci otak' dr Terawan ataupun pada komunikasi dari Pihak Kemenristek Dikti.

Pada akhir tahun 2018 lalu, metode DSA ini kembali membuat gebrakan. dr Terawan dikabarkan akan menerapkan terapi ini bagi 1.000 warga Vietnam. Program ini dimaksudkan sebagai medical tourism atau wisata kesehatan dan akan dilakukan selama kurang lebih enam bulan dan dibantu oleh tujuh orang dokter di RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto.

dr Terawan pun mengatakan bahwa terapi DSA ini sudah sesuai standar pelayanan internasional yang sudah digunakan oleh masyarakat Indonesia dan bahkan masyarakat dunia. Ia menyebut masyarakat beberapa negara pernah menjalani pengobatan dengan terapi tersebut.

"Kalau perizinan apa yang harus diizinkan? Karena ini kan sudah standar pelayanan internasional. Cukup beliau-beliau menyaksikannya dan mendoakannya, agar ini berjalan dengan baik, bisa mendatangkan devisa yang baik buat negara kita. Otomatis putaran ekonomi masyarakat bisa berjalan," lanjutnya.

Duta Besar Vietnam, Pham Vinh Quan pun mengatakan senang bekerjasama dengan Indonesia di bidang medis.

"Program ini bisa lebih meningkatkan medical tourism. Juga agar para dokter bisa bekerjasama untuk meningkatkan dunia medis," katanya.

(frp/up)

Dokter 'Cuci Otak' Jadi Menkes
28 Konten
dr Terawan Agus Putranto dilantik menjadi Menteri Kesehatan dalam Kabinet indonesia Maju pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin. Dokter ini sarat dengan kontroversi metode 'cuci otak' yang juga menimbulkan perseteruan dengan Ikatan Dokter Indonesia.
Berita Terkait