Pengangkatan dr Terawan membuat publik teringat kembali 'perseteruan' sang Mayjen dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Pada tahun 2018 lalu Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI menjatuhkan sanksi karena dr Terawan dinilai telah melanggar kode etik menjalankan terapi 'cuci otak' yang belum teruji.
Tidak lama setelah ditunjuk jadi Menkes beredar surat edaran lama untuk Presiden Jokowi dari MKEK IDI yang dilayangkan pada 30 September 2019, yang ternyata tidak menyarankan dr Terawan diangkat sebagai menteri karena masih dikenakan sanksi. Kepala MKEK IDI dr Broto Wasisto, DTM&H, MPH, membenarkan keberadaan surat tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Besok ya. Surat itu ada bukan palsu," kata dr Broto pada detikcom ditemui di kantor IDI, yang terletak di Jakarta Pusat, Rabu (23/10/2019).
Berikut kutipan lengkap suratnya:
Dengan hormat, Pertama-tama kami ingin menyampaikan salam hormat kepada Bapak Presiden RI, semoga Bapak senantiasa tetap sehat di bawah lindungan Tuhan Yang Maha Esa.
Kedua, kami ingin melaporkan bahwa pada tanggal 22 September 2019 di surat kabar detikhealth.com telah terbit tentang usulan enam calon Menteri Kesehatan pada kabinet yang akan datang.
Bila diperkenankan kami ingin menyarankan agar dari usulan calon calon tersebut mohon kiranya Bapak Presiden tidak mengangkat Dr Terawan Agus Putranto, Sp.Rad(K) sebagai Menteri Kesehatan. Adapun alasan yang mengiringi saran kami adalah karena Dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad(K) sedang dikenakan sanksi akibat melakukan pelanggaran etik kedokteran. Sanksi tersebut tertera dalam Keputusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran PB IDI No.009320/PB/MKEK-Keputusan/02/2018 tanggal 12 Februari 2018.
Saran ini disampaikan dengan tetap menghargai dan menghormati keputusan Bapak Presiden RI sesuai dengan kewenangan yang berlaku. Semoga saran ini dapat dipertimbangkan sebaik-baiknya.
Reaksi Menkes dr Terawan
Menanggapi masalah yang pernah dihadapi dengan IDI, dr Terawan mengaku tidak ambil pusing. Ia mengatakan sampai sekarang tidak ada masalah dirinya dengan pihak tertentu.
"Sudahlah, yang berkasus itu siapa. Biarkan saja. Lho saya kan nggak pernah nanggapi. Ndak perlu kan (menanggapi) karena kita harus mengikuti tata cara militer," kata dr Terawan saat dijumpai di RSPAD Gatot Subroto.
"Saya waktu itu kan militer, sekarang kan sudah bukan," sambungnya.
dr Terawan sendiri populer karena mengenalkan terapi 'cuci otak' dengan alat Digital Substraction Angiography (DSA). Dengan metode tersebut dr Terawan melakukan terapi pasien stroke dan melayani banyak tokoh seperti Aburizal Bakrie, Susilo Bambang Yudhoyono, Moeldoko, Hingga Prabowo Subianto.
(fds/wdw)











































