Menanggapi riset tersebut, para ahli berpesan bahwa masih perlu penelitian lanjut sebelum bisa menyebut bajakah sebagai obat. Belakangan diketahui bahwa riset bajakah kini diteruskan oleh tim peneliti dari Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah didampingi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Iya kita sudah bekerja sama dengan pemda. Jadi kita akan dampingi karena bajakah sendiri ada 200 jenis, beberapa masuk kategori dilarang karena toksik," kata Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM, Mayagustina Andarini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belum bisa dipastikan kapan bajakah dapat dijual di pasar sebagai obat fitofarmaka dengan izin resmi. Mayagustina menjelaskan setelah bajakah lulus uji praklinik masih ada uji klinik dengan binatang dan manusia yang harus dilewati.
"Kita cuma dampingi aja kalau udah siap ayo. Soalnya yang punya program Pemda Kalteng, mereka yang punya roadmap," pungkasnya.
Obat fitofarmaka sendiri adalah sebutan untuk obat herba yang sudah terbukti secara klinis. Biasanya obat fitofarmaka dikembangkan dari jamu tradisional masyarakat yang kemudian diteliti lebih lanjut.
(fds/up)











































