Minat masyarakat untuk dosis ketiga atau booster masih cukup rendah. Salah satu alasannya yakni kecenderungan pilih-pilih jenis vaksin COVID-19 untuk booster.
Data vaksinasi Kementerian Kesehatan per 9 Maret 2022 pukul 18.00 mencatat baru 6,38 persen atau sekitar 13 juta warga yang sudah menerima vaksin dosis ketiga atau booster.
Di masyarakat, beredar beragam mitos soal vaksin COVID-19 yang membuat penerima maju-mundur vaksinasi booster. Mulai dari efikasi vaksin booster sampai efek samping yang timbul usia booster.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut mitos soal vaksin COVID-19 yang sudah dirangkum detikcom dan tak perlu lagi kamu percayai.
1. Mitos: Vaksin COVID-19 mengubah DNA
Ahli vaksin yang berspesialisasi di bidang epidemiologi pneumokokus, Dr Katherine O'Brien dalam wawancara bersama WHO mengatakan tidak mungkin vaksin dapat mengubah DNA seseorang.
"Kami sudah sering mendengar rumor ini. Kami memiliki dua vaksin sekarang yang disebut sebagai vaksin mRNA, dan tidak mungkin mRNA dapat berubah menjadi DNA sel manusia kita," kata Kate.
MRNA tidak pernah memasuki inti sel, yang merupakan tempat DNA (materi genetik) disimpan. Tubuh menyingkirkan mRNA sesaat setelah selesai menjalankan instruksi, yakni untuk pembentukan antibodi melawan virus Corona.
2. Mitos: Vaksin COVID-19 haram
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa halal pada tiga produk vaksin di Indonesia yakni Sinovac, AstraZeneca, dan Sinopharm. Untuk vaksin Sinovac, MUI sudah mengeluarkan fatwa halal untuk penggunaannya.
Sementara untuk jenis vaksin lain, MUI mengeluarkan fatwa tetap diperbolehkan penggunaannya dengan pertimbangan:
a. Ada kondisi kebutuhan yang mendesak (hajah syar'iyyah) yang menduduki kondisi darurat syar'iy (dlarurah syar'iyyah);
b. Ada keterangan dari ahli yang kompeten dan terpercaya tentang adanya bahaya (resiko fatal) jika tidak segera dilakukan vaksinasi COVID-19;
c. Ketersediaan vaksin Covid-19 yang halal dan suci tidak mencukupi untuk pelaksanaan vaksinasi COVID-19 guna ikhtiar mewujudkan kekebalan kelompok (herd immunity);
d. Ada jaminan keamanan penggunaannya oleh pemerintah; dan
e. Pemerintah tidak memiliki keleluasaan memilih jenis vaksin COVID-19 mengingat keterbatasan vaksin yang tersedia.
3. Mitos: Efikasi booster rendah
Salah satu alasan pilih-pilih vaksin karena warga banyak yang membandungkan efikasi antara jenis booster yang satu dan lainnya.
Perlu diingat bahwa pemberian vaksinasi booster/dosis lanjutan dilakukan untuk mempertahankan imunogenisitas vaksin terhadap infeksi COVID-19. Seluruh vaksin booster COVID-19 yang digunakan sudah mendapat persetujuan penggunaan dari BPOM dan keamanan serta khasiatnya sudah terbukti bisa meningkatkan antibodi netralisir melawan virus Corona.
(kna/up)











































