Untuk pertama kalinya, para ilmuwan baru-baru ini mengkonfirmasi temuan kasus varian 'hybrid' Deltacron, alias kombinasi varian Delta dan Omicron. Mungkinkah lebih menular dan berbahaya?
Dikutip dari LiveScience, temuan kasus Deltacron tersebut dikonfirmasi melalui pengurutan genom yang dilakukan ilmuwan di IHU Méditerranée Infection di Marseille, Perancis. Berdasarkan makalah yang diunggah ke database pracetak medRxiv pada 8 Maret 2022, kasus tersebut telah terdeteksi di beberapa wilayah Prancis.
Kemudian menurut database internasional GISAID, kasus juga ditemukan di Denmark dan Belanda. Secara terpisah, dua kasus telah diidentifikasi di AS oleh perusahaan riset genetika berbasis di California, Helix. Disebutkan juga, 30 kasus telah diidentifikasi di Inggris.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban menjelaskan Deltacron adalah varian COVID-19 yang terdiri dari elemen Delta dan Omicron.
Artinya, varian yang sudah ditemukan di AS, Prancis, Denmark, Inggris, dan Belanda ini mengandung gen dari kedua varian tersebut dan membuat virus rekombinan. Kemunculan Deltacron terjadi ketika seseorang terinfeksi dua varian Delta dan Omicron, kemudian sel mereka bereplikasi bersama.
"Mungkin sekali tidak berbahaya ketimbang varian Omicron. Belum bisa dipastikan. Karena jumlah kasusnya masih amat sedikit," jelas Prof Zubairi menjawab potensi Deltacron lebih menular dan mematikan, dikutip dari laman Twitter milikinya @ProfesorZubairi, Senin (14/3).
"Hanya sedikit data yang dapat digunakan untuk mengukur khawatir atau tidak. Namun, sejumlah ahli mengatakan bahwa varian ini harus diawasi," terangnya lebih lanjut terkait perlu atau tidak Indonesia khawatir atas kemunculan kasus Deltacron.
(vyp/kna)