Pakar Epidemologi AS Singgung Tantangan Kesehatan di RI, Soal Resesi Seks?

Pakar Epidemologi AS Singgung Tantangan Kesehatan di RI, Soal Resesi Seks?

Khadijah Nur Azizah - detikHealth
Kamis, 25 Agu 2022 10:36 WIB
Pakar Epidemologi AS Singgung Tantangan Kesehatan di RI, Soal Resesi Seks?
Foto: Pradita Utama
Jakarta -

Sejumlah negara kini diterpa 'resesi seks', yakni penurunan populasi lantaran wanita enggan menikah. Di samping itu, masalah kesehatan di Indonesia masih sangat kompleks. Mulai dari kesehatan ibu dan anak, angka kematian ibu dan bayi, sampai pencegahan dan pengendalian penyakit.

Pakar kesehatan masyarakat dari Amerika Serikat, Robert W. Blum, MD dari Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, menyorot masih maraknya kasus perkawinan anak. Pasalnya, fenomena tersebut merembet ke aspek lain termasuk kesehatan ibu, risiko kematian ibu, hingga kondisi mental.

"Ada hal yang sangat besar tentang perkawinan anak. Ada yang menormalisasi perkawinan anak, digabungkan dengan kemiskinan dan kurangnya kesempatan," bebernya dalam sesi diskusi di agenda The 2nd International Conference on Indonesia Family Planning and Reproductive Health di Yogyakarta, Rabu (24/8/2022).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perkawinan anak yang terjadi di banyak negara, termasuk di Indonesia, tentu akan menyebabkan masalah kesehatan. Anak yang menikah di usia 12-15 tahun, berisiko mengalami kehamilan berisiko yang berujung pada kematian ibu.

"Kalau kita bicara anak 12 tahun menikah, tulang panggul mereka kecil sekali. Bayinya bisa lahir kecil dan ibunya bisa meninggal," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Anak yang lahir dari ibu yang masih terlampau muda juga berisiko mengalami stunting. Dampak pernikahan anak terhadap kesehatan ibu dan anak antara lain, terjadinya keguguran, kelahiran prematur, perdarahan hingga kematian ibu.

Tingginya Angka Perkawinan Anak di Indonesia

Berdasarkan laporan profil Anak Indonesia tahun 2018, ada sekitar 39,17 persen atau 2 dari 5 anak perempuan usia 10-17 menikah sebelum usia 15 tahun. Sekitar 37,91 persen kawin di usia 16 tahun, dan 22,92 persen kawin di usia 17 tahun.

Angka tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat ke tujuh tertinggi di dunia serta menduduki peringkat kedua di ASEAN.

Rohika Kurniadi Sari, Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan Kemenppa, memaparkan ada 22 provinsi di Indonesia dengan angka perkawinan anak yang tinggi. Menurut data Kemenppa, diperkirakan 1,2 juta anak perempuan menikah sebelum berumur 18 tahun.

"Dampak perkawinan anak ini banyak terjadi pada anak. Dua kali risiko kematian, dua kali preeklamsia, kontraksi rahim tidak optimal, risiko lahir prematur, peluang tertular IMS," ujar Rohika.

Ia juga menyinggung perkawinan anak bisa menyebabkan risiko kanker serviks naik 17,2 persen dan kanker payudara 30 persen. Dampak hamil muda akibat pernikahan anak antara lain:

  • Kematian ibu dan bayi
  • Kelainan pada bayi
  • Komplikasi kehamilan
  • Berat badan lahir bayi rendah
  • Penyakit menular seksual
  • Depresi pasca melahirkan

Di samping itu perkawinan anak juga masih menjadi faktor utama kekerasan pada rumah tangga. Kekerasan ini disebabkan karena mental anak belum cukup matang, dan belum siap untuk membina rumah tangga.

Ditambah lagi, kondisi kesehatan mental yang kerap kali terganggu karena begitu banyak konflik yang didapat setelah memutuskan untuk menikah.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video Lansia Juga Bisa Alami Gangguan Kesehatan Mental, Seperti Apa?"
[Gambas:Video 20detik]
(kna/vyp)

Berita Terkait