Psikolog Ungkap Kemungkinan 'Resesi Seks', Alasan Wanita Ogah Menikah-Punya Anak

ADVERTISEMENT

Psikolog Ungkap Kemungkinan 'Resesi Seks', Alasan Wanita Ogah Menikah-Punya Anak

Vidya Pinandhita - detikHealth
Kamis, 25 Agu 2022 17:30 WIB
BEIJING, CHINA -MAY 30: Office workers wait in line to show their health codes and proof of 48 hour negative nucleic acid test, outside an office building after some people returned to work, in the Central Business District on May 30, 2022 in Beijing, China. China is trying to contain a spike in coronavirus cases in Beijing after hundreds of people tested positive for the virus in recent weeks. Local authorities have initiated mass testing, mandated proof of a negative PCR test within 48 hours to enter many public spaces, closed schools and  banned gatherings and inside dining in all restaurants, and locked down many neighborhoods in an effort to maintain the countrys zero COVID strategy. Due to improved control and lower numbers of new cases and reduced spread, municipal officials from Sunday permitted the easing of some restrictions to allow for limited return to office, resumption of public transport, and the re-opening of many shopping malls, parks, and scenic spots with limited capacity in some districts. (Photo by Kevin Frayer/Getty Images)
Foto: Getty Images/Kevin Frayer
Jakarta -

Sejumlah negara, salah satunya China, kini melaporkan 'penyusutan' populasi imbas 'resesi seks'. Pasalnya, warga termasuk para wanita enggan menikah, berhubungan seks, serta memiliki atau membesarkan anak.

Dilihat dari ranah psikologi, ada banyak faktor penyebab wanita enggan menikah dan punya anak. Di antaranya, yakni kencangnya tuntutan dan stigma pada wanita untuk menjadi ideal sesuai standar sosial. Walhasil, di era modern dengan keterbukaan informasi dan ruang berpendapat, semakin banyak wanita memilih untuk tidak menikah dan mempunyai anak.

"Semakin ke sini kita menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan yang semakin besar. Otomatis itu berdampak kepada bagaimana kesiapan kita untuk menikah, menjadi ibu, mengurus anak. Bahkan banyak kok perempuan yang memutuskan (punya anak) satu saja. Bukan karena mereka nggak mau punya anak lagi, tetapi mereka tahu (mempunyai anak) sangat menantang ke depannya," ujar psikolog pendidikan sekaligus influencer Indah Sundari Jayanti, MPsi, saat ditemui detikcom di Jakarta Selatan, Kamis (25/8/2022).

Penyebab kedua yakni semakin sulitnya tantangan untuk membesarkan anak, terlebih di kota besar. Bukan hanya perihal materil dan biaya, melainkan juga menjaga anak dari terpaan pergaulan di kota besar.

"Biaya sekolah, membesarkan anak di kota besar yang pergaulannya juga harus sangat diperhatikan. Itu tantangannya di situ. Jadi aku rasa, hal-hal itu menjadi beberapa alasan yang membuat banyak perempuan memutuskan untuk nggak mau menikah atau punya anak," beber Indah lebih lanjut.

Terakhir menurutnya, semakin banyak informasi tentang wanita enggan menikah dan membesarkan anak, semakin banyak orang memutuskan untuk melakukan hal serupa.

Terdapat kemungkinan, keengganan untuk menikah dan mempunyai anak sudah lama dirasakan oleh seorang wanita. Dengan melihat banyak orang lain melakukan hal serupa, wanita tersebut merasa tervalidasi sehingga menjadi tidak ragu untuk mengikuti keinginannya.

"Semakin banyak orang yang berani berpendapat seperti itu, membuat semakin banyak orang yang merasa bahwa nggak apa-apa saya berpendapat seperti itu. Toh dia (orang lain) juga melakukan yang sama," jelas Indah.

"Jadi ada semacam komunikasi persuasi antara satu dan lain perempuan. Semakin banyak orang yang ngomong begitu, bentuk perilakunya juga akan semakin nyata. Akhirnya karena banyak yang speak up, banyak juga perempuan merasa terwakilkan dan merasa nggak apa-apa kalau melakukan hal yang sama," pungkasnya.



Simak Video "Populasi Menurun dalam 60 Tahun, Generasi Muda China Enggan Berkeluarga"
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/naf)
Dibayangi Resesi Seks
Dibayangi Resesi Seks
14 Konten
Sejumlah negara dibayangi resesi seks. Indonesia bagaimana?

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT