Kisah Anak-anak Pengidap Cerebral Palsy di Wisma Tuna Ganda

Ulasan Khusus

Kisah Anak-anak Pengidap Cerebral Palsy di Wisma Tuna Ganda

Mochammad Fajar Nur - detikHealth
Sabtu, 27 Agu 2022 06:48 WIB
Kisah Anak-anak Pengidap Cerebral Palsy di Wisma Tuna Ganda
Kehidupan di Wisma Tuna Ganda (Foto: Rifkianto Nugroho)
Jakarta -

Suasana ruang kelas itu tak jauh berbeda dengan ruang kelas untuk tingkat Taman Kanak-kanak. Mainan anak-anak tersusun rapi di meja dan lemari kaca. Mulai dari puzzle, lego, permainan balok, hingga papan scrabble terlihat sedang asik digunakan.

Namun, berbeda dari kelas biasa, di ruang tersebut duduk 16 orang anak rawat dengan kondisi cerebral palsy yang tengah bermain beragam permainan. Meski beberapa dari mereka terlihat seperti anak-anak, rentan umur mereka sebetulnya beragam, mulai dari belasan tahun hingga awal lima puluhan.

Seperti itu kurang lebih suasana kelas mental dan motorik di Wisma Tuna Ganda Palsigunung. Pramurawat membantu para anak rawat pengidap cerebral palsy yang kebanyakan mengalami kondisi tuna ganda (lebih dari satu kondisi disabilitas) untuk melatih mental dan motorik mereka.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi kelas mental dan motorik ini untuk membantu mereka yang masih mampu diajarkan atau anak-anak dengan kategori mampu latih agar menjadi lebih baik kondisinya," ucap salah satu pramurawat yang bertugas, Sumiati (57) pada detikcom, Rabu (24/8/2022).

Keterbatasan fisik, Intelektual, Mental dan Sensorik yang kini dialami orang-orang disabilitas penghuni Wisma Tuna Ganda Palsigunung. Mereka ada jadi anugerah dan cinta kasih keluarga.Keterbatasan fisik, Intelektual, Mental dan Sensorik yang kini dialami orang-orang disabilitas penghuni Wisma Tuna Ganda Palsigunung. Mereka ada jadi anugerah dan cinta kasih keluarga. Foto: Rifkianto Nugroho

Para anak rawat cerebral palsy di Wisma Tuna Ganda Palsigunung rata-rata sudah tinggal di tempat ini semenjak balita. Seperti Rusdi (52) yang semenjak usia 4 tahun atau tepatnya sejak tahun 1979 tinggal di sana. Akibat cerebral palsy yang diidap Rusdi, ia mengalami kondisi kebutaan dan keterbelakangan mental.

ADVERTISEMENT

"Rusdi ini salah satu yang tertua di wisma, dia buta tapi salah satu yang aktif. Rusdi mampu bernyanyi, ia memang nggak ngelihat ya tapi dia hafal sampai sekarang nama orang tuanya, pendengarannya bagus," jelas Sumiati.

Rusdi sempat menyebut dua nama saat diminta mengingat nama kedua orang tuanya, dan ia tersenyum. Tak sedikit pula anak rawat perempuan yang tinggal di wisma tersebut, salah satunya adalah Elsa (29).

"Elsa baru satu bulan di sini, tapi perkembangannya yang paling lumayan. Karena meneruskan perawatan dari tempat dirawat sebelumnya," ujar Risma (37), pramurawat lain di wisma.

Akibat kondisi cerebral palsy yang ia idap sejak kecil, Elsa saat ini lumpuh dan mengalami spastik (kondisi otot menegang) pada bagian jari tangan dan kakinya.

NEXT: Mereka yang Tetap di Tempat Tidur

Tidak semua anak rawat di Wisma Tuna Ganda Palsigunung dapat mengikuti kelas mental dan motorik atau bahkan sesi fisioterapi. Banyak dari mereka, justru adalah anak rawat dengan kondisi mampu rawat.

Kondisi mampu rawat artinya kondisi mereka tidak memungkinkan untuk mengikuti beragam latihan memperbaiki kondisi yang diidap. Mereka yang tergolong dalam kondisi mampu rawat kebanyakan menghabiskan hari-harinya di atas ranjang tanpa banyak berkomunikasi.

"Kalau mampu rawat itu ya gini aja, di kasur, paling nanti mereka teriak saat makan. Jarang ya komunikasi karena kan mentalnya juga gangguan, dan juga kondisinya lumayan parah," ucap Risma.

Salah satunya Ferdi (46), anak rawat asal Medan ini menghabiskan hari-harinya di atas kasur. Pergelangan tangannya diselimuti kain tebal, ia hanya terduduk sambil memandang langit-langit ruang rawat.

"Ya jadi Ferdi saat nggak stabil suka memukul kepalanya sendiri, jadi kita lapisi pakai kain tangannya. Ferdi salah satu tuna ganda terbanyak, selain CP (cerebral palsy), dia mental juga, nggak bisa bicara, tunanetra, lumpuh, dan itu ya kondisi kepalanya mikrosefalus," jelas Risma.

Wisma Tuna Ganda Palsigunung yang telah berdiri sejak tahun 1975 ini seakan menjadi naungan dan perlindungan bagi para anak rawat di sana.

"Kita bukan tempat penyembuhan, saya juga nggak bilang kalau anak-anak ke sini sembuh. Ini kita niatkan membantu, mereka yang mengidap kondisi ini namun orang tuanya tak mampu merawat," beber Kepala Panti Wisma Tuna Ganda, Kristanti (57).

Dikutip dari National Health Service (NHS UK), cerebral palsy merupakan kondisi yang mempengaruhi gerakan dan koordinasi. Kondisi ini disebabkan oleh kerusakan otak yang berkembang sebelum, selama, atau segera setelah lahir. Sampai saat ini tidak ada obat untuk cerebral palsy, namun beberapa perawatan tersedia untuk membantu seseorang dengan kondisi tersebut, seperti fisioterapi, terapi wicara, dan terapi okupasi untuk membantu dalam melakukan tugas sehari-hari.

Halaman 2 dari 2
(mfn/up)

Berita Terkait