Kemasan plastik yang mengandung senyawa Bisphenol A (BPA) dinilai bisa membahayakan ibu hamil. Dokter Spesialis Anak sekaligus anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Irfan Dzakir Nugroho menyebutkan kontaminasi BPA pada ibu hamil dapat mengganggu kerja endokrin dan meniru hormon estrogen.
Selain itu, ia mengatakan BPA dapat memengaruhi produktivitas pada usia dewasa dan menyebabkan gangguan saat kehamilan dan persalinan.
"Pada usia dewasa atau usia produktif, BPA bisa memengaruhi produktivitas, menyebabkan gangguan pada saat kehamilan dan persalinan, termasuk menyebabkan obesitas dan beberapa penyakit metabolik," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (31/8/2022).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Efek BPA tidak hanya membahayakan ibu hamil, tetapi juga anak-anak, khususnya yang mengonsumsi ASI dari sang ibu yang terkena kontaminasi BPA. Irfan menyebut beberapa gangguan yang mungkin terjadi pada anak, di antaranya gangguan tumbuh kembang, perilaku depresif, ansietas, dan hiperaktif..
"Program Toksikologi Nasional AS, dalam laporan yang terbit pada 2008, menemukan adanya efek pada otak, perilaku, dan kelenjar prostat pada janin, bayi, serta anak-anak akibat paparan BPA yang masuk melalui plasenta, ASI, pemberian susu botol, dan pemberian makanan atau minuman yang telah terkontaminasi BPA," jelasnya.
Bahaya senyawa BPA juga menjadi perhatian Badan Kesehatan Dunia (WHO). Diketahui beberapa tahun lalu, WHO mengundang 30 pakar dari Kanada, Eropa, dan Amerika Serikat dalam sebuah forum panel. Dalam forum tersebut, disimpulkan jika BPA memberikan efek negatif untuk kesehatan.
"Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa dalam kadar yang rendah sekalipun, BPA bisa memberikan efek negatif bagi kesehatan. Di antaranya dapat memicu kanker payudara, obesitas, pubertas dini, impotensi dan gangguan kesehatan lainnya," tulis WHO dalam laporannya.
Senada dengan WHO, pakar dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam negeri juga menyampaikan bahanya senyawa BPA.
"BPA bisa menyerupai hormon estrogen. Sangat dicurigai dapat memicu kanker payudara," papar Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia Aru Wisaksono Sudoyo.
(akn/ega)










































