Cerita Ibu Hamil dengan HIV, Gejala Awal Mulut Berjamur Lalu Nyebar Sampai Paru

Ulasan Khusus

Cerita Ibu Hamil dengan HIV, Gejala Awal Mulut Berjamur Lalu Nyebar Sampai Paru

Sarah Oktaviani Alam - detikHealth
Senin, 05 Sep 2022 06:40 WIB
Cerita Ibu Hamil dengan HIV, Gejala Awal Mulut Berjamur Lalu Nyebar Sampai Paru
Ilustrasi HIV (Foto: Rachman_punyaFOTO)
Jakarta -

Infeksi HIV tak bergejala dan karenanya kerap tak disadari. Gejala muncul ketika daya tahan tubuh mulai remuk digerogoti virus, lalu beragam infeksi lain datang menjangkiti.

Hal ini yang dialami M (31), seorang pengidap HIV yang sempat mengalami gejala serius. Sampai saat ini, ia sendiri tidak mengetahui pasti kapan dirinya tertular virus HIV yang membuatnya harus minum obat seumur hidup.

"Aku sampai saat ini masih nggak tau kena itu dari kapan, karena nggak ada gejala sama sekali waktu itu," tutur M saat ditemui detikcom, Jumat (2/9/2022).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sampai akhirnya, di tahun 2019 akhir, M baru mulai merasakan gejala. Sebenarnya, saat itu M mulai merasa takut karena ketidaktahuannya tentang HIV-AIDS.

M yang saat itu berada di Kalimantan merasa masih takut dan tidak mau tes. Padahal gejala yang dialaminya sudah cukup parah, mulai dari jamur di mulut hingga sulit bernapas.

ADVERTISEMENT

"2019 itu mulai bergejala, aku sudah takut banget, emang nggak mau tes," tegas dia.

"Padahal gejalanya sudah berjamur, berat badan sudah turun banget, waktu itu napas sudah beneran susah. Ngambil satu napas saja sakit banget di dada, tapi tetap menolak untuk tes," lanjutnya.

Ketika itu, M belum mengetahui dirinya positif HIV. Ia berpikir kalau dirinya benar-benar terinfeksi HIV, akan cepat meninggal.

"Kayaknya dalam dua hari udah selesai (meninggal). Sudah kurus kering benget, sampai nggak mau dijenguk sama orang lain karena liat aku sendiri sudah ngeri," beber M.

"Berat badan turun dari 45 ke 28 kilogram. Itu jamur udah di mana-mana, di mulut sampai paru. Tapi nggak sampai ke terkena tokso dan TB. Saat itu juga nggak bisa jalan, lumpuh," ucapnya.

Sampai akhirnya, M memberanikan diri ke dokter untuk tes. Tetapi, sang dokter mengatakan tes ini membutuhkan persetujuan dari pasien dan keluarga.

Di saat itulah suami M mengetahui dan tetap mendukungnya untuk melakukan tes HIV. Dan ternyata, kondisi M saat itu sudah sangat parah.

"Akhirnya suami dikasih tahu dan kata suami nggak apa-apa untuk tes. Alhamdulillah suami orangnya open minded," kata M.

"Ternyata aku ini sudah stadium 3. Kata dokter terserah mau berobat di sini (Kalimantan) atau ke Bandung. Harus cepat, karena kondisi aku saat itu udah parah banget, sekarat," sambungnya.

NEXT: Sampai sewa pesawat karena takut meninggal

Meski gejalanya sudah sangat parah, M masih belum yakin dirinya terpapar HIV hingga memutuskan untuk tes lagi di sebuah rumah sakit ternama di Bandung. Untuk pergi ke Bandung, ia sampai harus sewa pesawat karena takut dirinya benar-benar meninggal di perjalanan.

"Saya harus sewa pesawat buat pulang ke Bandung. Alhamdulillah banyak yang bantu, ya sudah sewa saja. Kalau aku meninggal, aku nggak mau di kampung orang dan nggak mau menyusahkan orang lain," turturnya.

Kondisi M pada saat ini disebut sudah sangat parah. Viral load terpantau sangat tinggi, demikian pula CD4 atau komponen kekebalan tubuhnya sangat jauh di bawah normal.

Ia menjalani rapid tes tiga kali saat itu. Dan hasilnya, M benar-benar terinfeksi HIV stadium 3. Masa-masa itu ia habiskan dalam waktu 2 minggu hingga satu bulan.

"Tapi, masih nggak yakin masa sih aku HIV, aku tes lagi rapid tiga kali. Akhirnya ke klinik hasil rujukan dari Kalimantan, dan ternyata iya ini sudah stadium 3," ucapnya.

Kondisi itu membuat M sangat terpuruk dan menjadi pribadi yang sangat berbeda. Awalnya, ia sangat ceria dan mudah bergaul dengan orang. Tapi, ia sempat murung dan lebih banyak menghabiskan waktu mengurung diri.

"Dan di situ sudah benar-benar drop. Dari yang awalnya aku ceria, jadi mikir kalau aku begini terus, aku nggak bisa survive. Dan mulai pengobatan dan minum ARV itu di 2020," ungkap M.

M yang ingin berjuang saat itu mulai mencari lingkungan dengan orang-orang yang bernasib sama dengannya. Hal itulah yang membuat dirinya bangkit.

Saat berada di dalam lembaga swadaya masyarakat (LSM) Female Plus, M menemukan orang-orang yang memberikan dia semangat untuk menjalani hidup. Dari sana juga ia mendapat keberanian untuk memiliki anak, meski kondisinya positif HIV.

"Alhamdulillah-nya aku ketemu orang-orang yang positive vibes. Itu membuat aku berani untuk melanjutkan hidup normal dan berpikir untuk memiliki anak," katanya.

"Akhirnya aku diskusi dengan dokter, dan mendapat cara agar bisa berhubungan seksual yang aman tanpa menularkan virus," pungkasnya.

Setelah kontrol dan berobat dengan ketat, ia berhasil menjalani hidup normal hingga saat ini. Ia bahkan telah memutuskan untuk punya keturunan, dengan mengikuti program tertentu untuk menekan risiko penularan kepada anak yang dikandungnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Apa Tantangan Terbesar Hidup sebagai Perempuan dengan HIV?"
[Gambas:Video 20detik]
(sao/up)

Berita Terkait