Kasus Lesti yang memaafkan Billar atas kekerasan yang dilakukannya membuat warganet memperbincangkan soal stockholm syndrome.
Perubahan sikap melunak korban terhadap terduga pelaku kejahatan kerap dikaitkan dengan istilah sindrom stockholm. Psikolog menduga jika Stockholm syndrome merupakan cara korban untuk mengatasi stres atau trauma.
"Stockholm syndrome ini sebetulnya adalah salah satu bentuk mekanisme pertahanan diri manusia secara psikologi karena lelah. Daripada melawan terus, marah, takut terus, atau benci terus, akhirnya dia berusaha menerima kondisi dia dengan cara bersimpati terhadap pelaku," kata psikolog klinis Anastasia Sari Dewi menjelaskan mengenai stockholm syndrome.
Istilah stockholm syndrome ini dikenal publik sejak tahun 1973. Kala itu terjadi perampokan di bank Stockholm, Swedia, dan para karyawan disandera selama enam hari.
Selama hari-hari penyanderaan tersebut, banyak korban yang merasa simpati kepada pelaku. Setelah mereka dibebaskan, beberapa pegawai bank menolak bersaksi melawan perampok di pengadilan, bahkan mereka mengumpulkan uang untuk membela pelaku.
Belum banyak ahli yang membahas terkait stockholm syndrome, namun kondisi ini bisa dialami mereka yang menjadi korban kekerasan seperti KDRT, hubungan toksik, sampai pelecehan.
Next: Kok bisa malah simpati ke pelaku?
Simak Video "Mengenal 4 Jenis KDRT dan Sanksinya"
(kna/kna)