Kementerian Kesehatan RI membantah jika kemungkinan terbesar penyebab gagal ginjal akut terkait cemaran etilen glikol dan dietilen merupakan asumsi belaka. Juru bicara Kementerian Kesehatan RI Mohammad Syahril menegaskan kemungkinan tersebut didasari hasil pemeriksaan kondisi pasien dan temuan di lapangan.
Hal ini juga menurutnya didukung oleh pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Syahril kembali menekankan, pemerintah juga tidak asal memberi obat fomepizole untuk pasien gagal ginjal akut.
"Pertimbangan pemberian fomepizole karena setelah pemberiannya pasien terus membaik dan ini membuktikan pengobatannnya efektif menyembuhkan dan mengurangi perburukan gejala," tutur Syahril dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom Selasa (3/11/2022).
"Kedua WHO sudah mengindikasikan penyebab gagal ginjal karena etilen glikol dan dietilen glikol, dan lainnya, dan fomepizole menjadi opsi antidot. Jadi bukan berdasarkan asumsi-asumsi," tegasnya.
Syahril menjelaskan sejak 18 Oktober, kasus gagal ginjal akut sudah mulai menurun. Sementara kenaikan kasus yang dilaporkan saat ini adalah hasil pengumpulan data yang terlambat tervalidasi. Padahal, angka kasus secara keseluruhan menurun drastis sejak pelarangan obat sirup sementara diberlakukan.
"Sebagian besar kasus bulan agustus dan September," katanya.
Beberapa pihak belakangan mempertanyakan penegasan Kementerian Kesehatan RI terkait gagal ginjal akut lebih mungkin disebabkan oleh cemaran etilen glikol dan dietilen glikol. Salah satu yang menyoroti hal tersebut adalah pakar epidemiologi Dicky Budiman dari Universitas Griffith Australia.
"Kalau untuk menyimpulkan semua ini hanya karena dietilen dan etilen glikol menurut saya terlalu prematur," tutur Dicky, dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom Jumat (3/11/2022).
"Karena ada potensi sekali lagi 30 persen bahkan jangan-jangan 40 persen kasus gagal ginjal akut tidak ada kaitan dengan konsumsi sirup, ini juga menjadi hal yang harus digali lebih jauh," tutur dia sembari menyebut mungkin saja perburukan di beberapa kasus juga disebabkan karena infeksi dan risiko lain.
Sebelumnya, eks atau Mantan Direktur WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama juga mendesak pemerintah untuk melaporkan detail penyebab pasien gagal ginjal akut dikaitkan dengan riwayat infeksi dan konsumsi obat. Hal ini kemudian untuk memperjelas kemungkinan di balik gagal ginjal 300-an anak.
Namun, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin beberapa kali sudah menekankan jika temuan lebih banyak kasus gagal ginjal mengarah pada cemaran obat EG dan DEG. Bukti yang kemudian diklaim adalah banyak pasien kemudian kondisinya membaik usai diberikan penawar dua racun tersebut.
Simak Video "Tim Advokat Ungkap Kondisi Korban Kasus Gagal Ginjal Akut Anak"
[Gambas:Video 20detik]
(naf/kna)