Dalam penelusurannya, BPOM menemukan bahan pelarut obat cair yang disuplai oleh CV Samudra Chemical mengandung cemaran EG dan DEG hingga 91 persen. Padahal, batas aman cemaran EG dan DEG yang diperbolehkan ada pada obat cair hanyalah 0,1 persen.
Lebih lagi, CV Samudra Chemical sebenarnya tidak boleh mengirim pasokan bahan pelarut obat cair untuk industri farmasi. Pasalnya, CV tersebut merupakan distributor kimia biasa, sementara industri farmasi seharusnya menggunakan pasokan bahan pelarut obat cair dari distributor khusus dengan mutu pharmaceutical grade.
"Yang pasti ada kelalaian karena ada ketentuan-ketentuan dan cara distribusi obat yang baik itu bagaimana sebuah PBF itu harus apabila mendapatkan suplai dari distributor tertentu dia harus melakukan pemastian dikaitkan dengan mutu. Harus memastikan bahwa produsen atau pun distributor itu memang memenuhi ketentuan cara distribusi obat yang baik," ungkap Kepala BPOM RI Penny K Lukito dalam konferensi pers di gudang CV Samudra Chemical, Cimanggis, Depok, Rabu (9/11/2022).
Sudah Telanjur Digunakan oleh Berapa Banyak Anak?
Penny menyebut, pihak BPOM masih akan melakukan pencarian dan pelaporan terkait ke mana saja produk obat cair dengan bahan pelarut ilegal tersebut telah tersebar dan digunakan. Selebihnya, tindak lanjut untuk industri farmasi, dalam hal ini disebut Pedagang Besar Farmasi (PBF), akan ditangani oleh kepolisian.
"Tentunya catatan distribusinya ada dari setiap produsennya. Ini yang sedang kita lakukan dengan proses penarikan tersebut. Akan ketahuan di mana saja dan BPOM UPT yang akan mencermati di wilayah ini didistribusikan," ungkap Penny.
"(Yang menggunakan) nanti pendalaman pidana. Apalagi dikaitkan apakah ini menyebabkan salah satu kematian yang ada, itu pendalaman dari pidana. Akan memperberat dalam hukuman pidana yang bisa diberikan," lanjutnya.
Simak Video "Video BPOM Kerjasama dengan USP Tingkatkan Standar Pengawasan Obat"
(vyp/up)