Demi Generasi Muda, Labelisasi Galon BPA Dinilai Tak Bisa Ditunda

ADVERTISEMENT

Demi Generasi Muda, Labelisasi Galon BPA Dinilai Tak Bisa Ditunda

Atta Kharisma - detikHealth
Rabu, 01 Feb 2023 20:46 WIB
Ilustrasi BPA
Foto: Shutterstock/
Jakarta -

Pelabelan galon plastik polikarbonat yang mengandung bahan kimia berbahaya Bisphenol A (BPA) dinilai berjalan terseok-seok. Selain sikap pemerintah yang dianggap lunak dalam menerapkan kebijakan, market leader air minum dalam kemasan (AMDK) yang dikuasai investasi asing masih dengan keras menentang pelabelan.

Padahal, pelabelan galon AMDK adalah hal yang tidak bisa ditunda lagi. Ketua Komisi Perlindungan Anak (KPA) Arist Merdeka Sirait mengatakan jika dibiarkan, maka puluhan juta orang Indonesia, termasuk ibu hamil dan balita, akan berisiko terpapar senyawa kimia BPA yang berbahaya bagi kesehatan.

"Semua pakar kesehatan dunia yang telah melakukan riset sepakat bahwa BPA sangat berbahaya bagi usia rentan, yaitu bayi, balita, dan janin pada ibu hamil. Bahkan BPA dinyatakan sebagai polusi yang tak terlihat," ujar Arist dalam keterangan tertulis, Rabu (1/2/2023).

Diketahui, dunia internasional telah memberlakukan regulasi terhadap senyawa BPA dengan sangat ketat. Uni Eropa sudah melarang penggunaan BPA sejak 2011, Kanada melarang kemasan BPA untuk anak dan orang dewasa (2017).

Sementara negara bagian di Amerika Serikat juga sudah mengeluarkan larangan BPA untuk kemasan seperti California (2015), Connecticut (2014), Illinois (2014), Maryland (2014), Massachusetts (2014), Minnesota (2014), New York (2014), Washington (2014), termasuk juga Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan Malaysia.

Arist menyebut Komnas PA terus mengawasi kemasan mengandung BPA yang merupakan salah satu bentuk kekerasan yang tak bisa dilihat, yaitu kekerasan dalam bentuk merampas kesehatan anak.

Ia menilai para pelaku usaha dan beberapa pihak terkait sepertinya lebih memilih kepentingan industri dan membiarkan kekerasan tak terlihat ini terus terjadi.

"Pembiaran ini dilakukan dengan cara dibiarkannya anak-anak, bayi, balita dan janin terus mengonsumsi makanan dan minuman dari wadah atau kemasan yang mengandung BPA," tuturnya.

Arist mengatakan senyawa BPA banyak ditemukan di berbagai kemasan yang selama ini digunakan sehari-hari. Utamanya kemasan untuk menyeduh air susu dan wadah yang terbuat dari plastik, seperti galon bekas pakai yang oleh industri AMDK terus digunakan berulang-ulang untuk kemudian dijual lagi ke konsumen.

"Saya kira industri wajib hukumnya membuat peringatan itu (BPA)," ucapnya.

Arist pun menyayangkan beberapa kemasan plastik seperti galon bekas pakai yang belum mencantumkan label peringatan bahaya BPA.

"Saya lihat iklan yang ada saat ini tidak menyebutkan bahwa kemasannya sudah bebas dari BPA, padahal itu wajib hukumnya oleh industri. Kalau tidak ada iklan seperti itu, maka labelnya (peringatan BPA) harus ada di dalam kemasan plastik," paparnya.

Arist mengatakan kemasan yang tidak dilabeli peringatan bahaya BPA dan dikonsumsi oleh anak-anak dan ibu-ibu pastinya berbahaya. Karena itu, perlu adanya regulasi yang dapat mengatur label BPA pada pangan.

"Wajib hukumnya industri menggunakan label. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Perka BPOM) No 31 Tahun 2018 sudah disusun dengan persetujuan DPR, dan sudah diserahkan ke Setneg untuk mendapatkan persetujuan presiden," terangnya.

"Perka itu lahir sebagai regulasi untuk melindungi para ibu dan anak-anak dari bahaya BPA," sambung Arist.

Memanfaatkan Hari Gizi Nasional yang dirayakan pada 25 Januari 2023, Arist mengatakan Komnas PA sudah menulis surat terbuka kepada Presiden agar peraturan BPOM No. 31 Tahun 2018 tentang label pangan olahan agar segera ditandatangani.

"Langkah ini dilakukan sebagai upaya untuk melindungi kesehatan anak-anak dari bahaya senyawa kimia BPA yang banyak ditemukan di kemasan-kemasan plastik," tegasnya.

Klik halaman selanjutnya >>



Simak Video "AMDK Galon PET Menjadi Pilihan Baru Masyarakat"
[Gambas:Video 20detik]

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT