Salah satunya dialami Sabrina Alvie Amelia, seorang penyintas kanker darah leukemia. Alvie yang kini berusia 26 tahun sempat menjalani pengobatan di sebuah rumah sakit di Yogyakarta. Alvie bercerita, kala itu ia pernah kesulitan mendapat suatu obat untuk kemoterapi.
"Kebetulan ayahku di Jogja nggak nemu. Sampai dia nyari di Jateng, apotek, rumah sakit, dan lain-lain. Soalnya kalau kemo itu kan ada jadwalnya. Tiap minggu harus masuk obat apa. Ada schedule ketat jadi nggak bisa mundur beberapa lama karena akan mengulang dari awal," cerita Alvie dalam perbincangan dengan detikcom, Senin (13/2/2023).
"Makanya pas itu di Yogya lagi habis atau langka obatnya. Sampai akhirnya nemu di daerah Jawa Tengah," jelasnya.
Rumitnya penanganan kanker pada anak juga diakui oleh pada dokter. Mereka mengakui, beberapa obat dan treatment tertentu tak hanya langka tetapi juga mahal harganya dan terkadang tidak ditanggung asuransi.
Spesialis ortopedi dan traumatologi serta konsultan onkologi onkologi, dr Yogi Prabowo, SpOT(K) Onk mengatakan operasi menyembuhkan kanker tulang membutuhkan biaya yang mahal. Hal ini terjadi jika pasien menggunakan prosthesis atau 'tulang buatan' untuk menggantikan kaki yang diamputasi. Terkadang, prosthesis tersebut belum ada di Indonesia sehingga harus impor dari negara-negara Eropa atau Amerika.
"Satu prosthesis untuk mengganti tulang paha harganya bisa ratusan juta, bisa 150-250 juta (rupiah). Sementara BPJS tidak menanggung hal tersebut. Masalah terbesar adalah belum masuk ke sistem jaminan kesehatan nasional. Untuk orang yang tidak mampu pasti nggak bisa bayar kalau tidak dicover BPJS," kata dr Yogi ketika ditemui detikcom di RS dr Cipto Mangunkusumo (RSCM), Rabu (1/2/2023).
Senada dengan itu, spesialis mata dan konsultan kanker mata Prof dr Rita Sita Sitorus, PhD, SpM(K) mengatakan ada beberapa jenis obat yang saat ini belum tersedia di Indonesia. Ia memberi contoh RSCM yang merupakan salah satu pusat pengobatan retinoblastoma terbesar belum sepenuhnya memiliki obat yang lengkap.
"Beberapa pengobatan masih belum ada di Indonesia. Obat tersebut untuk disuntikkan. Yang diminum ada, tapi obat yang disuntikkan belum ada. Misalnya nelfan, itu nggak ada jadi masih kita minta bantuan dari yayasannya Bu Ira (Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia) untuk menolong kami mengadakan obat tersebut," ungkap dr Rita ketika ditemui detikcom di RSCM, Jumat (3/2/2023).
Menurut spesialis anak dan konsultan kanker anak Dr dr Haridini Intan Setiawati Mahdi, SpA(K) beberapa obat-obatan kanker memang tidak ada di Indonesia sehingga sedang diupayakan untuk diimpor. Pendistribusian obat ke dalam negeri dibantu oleh rumah sakit atau Non Government Organization (NGO) seperti yayasan kanker.
"Dari rumah sakit harus mengajukan (ke pemerintah) sistem untuk pengadaan obat-obatan yang sulit didapatkan seperti SAS (Special Access Scheme). Hanya saja tergantung dari rumah sakit itu, seberapa gigih dia mengupayakan untuk meminta obat-obatan," tutur dr Haridini.
Upaya pengadaan obat ke pemerintah memang merupakan kewajiban rumah sakit. Namun terkadang, cara paling cepat biasanya dengan meminta obat ke yayasan pemerhati kanker.
NEXT: Berburu obat sampai ke luar negeri
Simak Video "Video: Ketua YKPI soal Banyak Pasien Kanker Pilih Pengobatan Alternatif"
(up/up)