4 Langkah Jepang Atasi Angka Kelahiran Anjlok, Salah Satunya Bikin Biro Jodoh

4 Langkah Jepang Atasi Angka Kelahiran Anjlok, Salah Satunya Bikin Biro Jodoh

Hana Nushratu - detikHealth
Jumat, 03 Mar 2023 05:30 WIB
4 Langkah Jepang Atasi Angka Kelahiran Anjlok, Salah Satunya Bikin Biro Jodoh
Ilustrasi warga Jepang. (Foto: David Mareuil/Getty Images)
Jakarta -

Jepang berpotensi mengalami krisis populasi akibat menurunnya angka kelahiran. Pada 2022, Jepang mencatat rekor angka kelahiran paling rendah dengan 799.728 angka kelahiran, turun 5,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Angka tersebut merupakan angka terendah sejak Negeri Sakura tersebut mencatat angka kelahiran penduduk pada 1899. Berdasarkan data dari Bank Dunia, Jepang merupakan negara dengan populasi terbesar bagi lansia kedua di dunia setelah negara kecil Monaco.

Artinya, jika populasi terus menua maka tidak ada yang mendukung kebutuhan para lansia tersebut. Menurut Perdana Menteri Jepang Fushio Kishida, ini merupakan masalah yang harus diselesaikan sekarang atau tidak sama sekali.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jepang berada di ambang apakah kita dapat terus berfungsi sebagai masyarakat," kata Kishida kepada anggota parlemen dikutip dari BBC.

"Memfokuskan perhatian pada kebijakan mengenai anak dan mengasuh anak adalah masalah yang tidak bisa menunggu dan tidak bisa ditunda," ujar Kishida.

ADVERTISEMENT

Upaya Jepang Naikkan Angka Kelahiran

1. Insentif Anak

Strategi PM Jepang yakni mendesak pemerintah untuk menggandakan pengeluarannya untuk program-program terkait anak. Strategi lainnya yaitu membentuk badan pemerintah baru yang akan dibentuk pada April mendatang.

"Kita harus membangun ekonomi sosial yang mengutamakan anak untuk membalikkan (rendah) angka kelahiran," tutur Kishida.

Dikutip dari DW, Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang berencana untuk menaikkan insentif sebesar 80 ribu Yen (Rp 8,9 juta) bagi orang tua baru. Kebijakan tersebut rencananya bakal diberlakukan pada 1 April 2023.

Sebelumnya, insentif yang diberikan berkisar 420 ribu Yen (Rp 46,9 juta). Nantinya, insentif bagi orang tua baru akan dinaikkan menjadi 500 ribu Yen (Rp 55,8 juta).

2. 'Kado' Pernikahan

Dikutip dari Japan Times, Jepang memberikan 'kado' pernikahan berupa uang 600 ribu Yen (Rp 67 juta) bagi pasangan yang baru menikah. Uang tersebut untuk membayar sewa dan pengeluaran lainnya ketika memulai hidup baru.

Adapun syarat yang harus dipenuhi yaitu pasangan (baik suami atau istri) harus berusia di bawah 40 tahun pada tanggal pernikahan yang terdaftar dan memiliki pendapatan gabungan kurang dari 5,4 juta Yen (Rp 603 juta). Sebelumnya, insentif yang diberikan sejumlah 300 ribu Yen (Rp 33,5 juta) dengan syarat pasangan berusia maksimal 35 tahun dan total penghasilan kurang dari 4,8 juta Yen (Rp 536 juta).

NEXT: Biro Jodoh

3. Biro Jodoh

Selain menggelontorkan sejumlah anggaran negara, Jepang juga bakal 'menjodohkan' warganya. Padahal sebelumnya, Jepang tidak pernah mengatur hal apa pun tentang kehidupan asmara warganya.

"Pemerintah akan mengambil tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk mengatasi tingkat kesuburan Jepang yang menurun," kata Kishida dalam pidatonya yang dikutip dari CBS News.

Di prefektur Miyagi, warganya bisa mendapatkan pasangan hidup melalui layanan perjodohan. Layanan ini didukung kecerdasan buatan (AI) yang disediakan pemerintah.

Di wilayah Ehime, otoritas regional menawarkan sistem perjodohan berbasis data besar. Sementara di wilayah Miyazaki, proses perjodohan ini menggunakan cara yang lebih tradisional, yaitu dengan mengarahkan calon pasangan untuk bertukar surat tulisan tangan.

4. Pelatihan kencan

Ada pesta lajang yang disponsori oleh publik dan perusahaan serta 'seminar kehidupan' yang bertujuan untuk mendorong orang dewasa muda agar ingin menikah. Sementara di Tokyo, menyediakan pelatihan kencan dasar, misalnya melatih bagaimana mereka berinteraksi dengan lawan jenis.

Dalam sejarah Jepang, belum pernah melakukan perjodohan warganya seperti ini. Namun, ini harus dilakukan untuk masa depan dan kelangsungan negara.

Berdasarkan survei National Institute of Population and Social Security Research, menemukan bahwa hampir seperlima pria di Jepang dan 15 persen wanita tidak tertarik untuk menikah. Itu merupakan angka tertinggi sejak tahun 1982.

Sementara, hampir sepertiga pria dan seperlima wanita di Jepang di usia 50-an tidak pernah menikah.

Halaman 2 dari 2
(hnu/vyp)
Krisis Kelahiran di Jepang
4 Konten
Jepang menghadapi anjloknya angka kelahiran, mencetak rekor terendah sepanjang masa.

Berita Terkait