"Memiliki anak akan menjadi tanggung jawab yang sangat besar karena dasarnya adalah bagaimana orang tua saya membesarkan saya, yang merupakan standar besar untuk dijalani," kata Cho kepada Al Jazeera.
"Saya tidak pernah ingin menjadi orang hamil. Saya tidak akan mengorbankan karir saya untuk seorang anak," sambungnya.
Suami Cho, Nam Hyun-woo adalah direktur kreatif di industri periklanan dan pasangan itu menghargai waktu mereka bersama meskipun keduanya menjalani kehidupan profesional yang sibuk.
"Kami menyukai waktu luang finansial yang kami miliki, kami tidak perlu khawatir menyekolahkan anak ke sekolah mahal atau memikirkan tabungan tambahan. Kita bisa berbelanja secara royal untuk diri kita sendiri dan mendapatkan kemewahan ekstra itu," kata Cho.
Korea Selatan memecahkan rekornya sendiri untuk tingkat kesuburan terendah di dunia, menurut data resmi.
Jumlah rata-rata bayi yang diharapkan per wanita Korea Selatan selama masa reproduksinya turun menjadi 0,78 pada tahun 2022, turun dari 0,81 tahun sebelumnya, menurut data yang diterbitkan oleh Statistics Korea.
Banyak anak muda Korea Selatan mengatakan bahwa, tidak seperti orang tua dan kakek nenek mereka, mereka tidak merasa berkewajiban untuk berkeluarga. Mereka menyebut ketidakpastian pasar kerja yang suram, perumahan yang mahal, ketidaksetaraan gender dan sosial, tingkat mobilitas sosial yang rendah, dan biaya besar untuk membesarkan anak dalam masyarakat yang sangat kompetitif.
Perempuan juga mengeluhkan budaya patriarki yang memaksa mereka melakukan banyak pengasuhan anak sambil menanggung diskriminasi di tempat kerja.
Populasi Korea Selatan memuncak pada 51,84 juta pada tahun 2020 dan turun menjadi 51,74 juta pada tahun 2021. Selanjutnya diperkirakan akan menyusut menjadi 37,66 juta pada tahun 2070.
Simak Video "K-Talk: Usaha Korsel Merangkak Keluar dari Kelahiran Terendah Dunia"
(kna/up)