Pada beberapa kasus, orang yang sudah sembuh dari infeksi virus Corona tetap mengeluhkan sejumlah gejala, atau yang kondisinya disebut sebagai 'Long COVID'. Beberapa keluhan yang sering terlaporkan misalnya kelelahan terus-menerus, kehilangan hasrat seksual, kehilangan penciuman dan rasa, nyeri dada, dan batuk kronis.
Baru-baru ini, studi yang dipimpin oleh para peneliti dari Perelman School of Medicine di University of Pennsylvania berupaya mengkaji mekanisme peradangan yang terus-menerus berlangsung, setelah seseorang tertular virus SARS-CoV-2 dan mengalami gejala neurologis jangka panjang.
Para peneliti menemukan, penurunan kadar serotonin yakni neurotransmitter yang mempengaruhi suasana hati, memori, tidur, pencernaan, pembekuan darah dan hasrat seksual, mungkin menjadi penyebab gejala yang berkepanjangan.
"Banyak aspek biologi dasar yang mendasari COVID-19 yang berkepanjangan masih belum jelas. Akibatnya, kita kekurangan alat yang efektif untuk diagnosis dan pengobatan penyakit ini," kata penulis senior, Maayan Levy, PhD, asisten profesor Mikrobiologi di Penn Medicine dikutip dari laman Penn Medicine, Selasa (17/10/2023).
"Temuan kami mungkin tidak hanya membantu menguraikan beberapa mekanisme yang berkontribusi terhadap jangka panjang COVID, tetapi juga memberi kita biomarker yang dapat membantu dokter mendiagnosis pasien dan secara objektif mengukur respons mereka terhadap pengobatan individu," imbuhnya.
Mengacu pada Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), hampir satu dari lima orang dewasa Amerika yang mengidap COVID-19 mengalami gejala COVID yang berkepanjangan. Kebanyakan pasien mengeluhkan gejala berupa:
- Kabut otak (brain fog)
- Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi saat mengerjakan tugas
- Masalah memori
- Kelelahan umum
- Sakit kepala.
Analisis dari University of Pennsylvania mengungkapkan bahwa kadar serotonin berubah setelah infeksi virus Corona, hal yang juga terjadi setelah infeksi virus lainnya. Namun pada orang yang menderita gejala COVID berkepanjangan, serotonin adalah satu-satunya molekul yang tidak pulih ke tingkat layaknya sebelum infeksi.
Penurunan kadar serotonin mengganggu sistem saraf vagus, yang mengirimkan sinyal antara tubuh dan otak. Sementara, serotonin berperan dalam memori jangka pendek.
Para peneliti meyakini, penurunan kadar serotonin menyebabkan masalah memori dan masalah kognitif lainnya yang pada banyak kasus dikeluhkan oleh pasien long COVID.
Simak Video "Video: Sembuh dari Covid Bukan Berarti Aman"
(vyp/vyp)