Beberapa orang terbiasa menjadikan makanan sebagai 'pelampiasan' ketika sedang stres. Entah karena patah hati, atau lelah dengan beban kerja. Namun di samping itu, ada juga orang-orang yang justu baru muncul rasa stresnya setelah kalap makan. Sebenarnya bagaimana sih penjelasan medis di balik fenomena ini?
Sebuah survei bertajuk 'Mindful Eating Study' oleh Health Collaborative Center (HCC) yang dilakukan kepada 1.158 responden di 20 provinsi Indonesia menemukan bahwa 47 persen, atau setara lima dari 10 orang Indonesia, memiliki perilaku 'emotional eater' (perilaku makan emosional).
Ketua tim peneliti HCC, dr Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH, menjelaskan konsep 'makan emosional' diartikan sebagai kebiasaan seseorang menggunakan makanan sebagai cara untuk mengatasi dan mengendalikan emosi, bukan sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan gizi saat lapar.
"Data ini menunjukkan bahwa mayoritas atau sekitar 4 hingga 5 dari 10 orang Indonesia yang diwakili responden survei ini memiliki perilaku makan emosional," tuturnya dalam diskusi bersama media, Rabu (24/1/2024).
"Ini tanda awas yang serius, karena perilaku makan emosional meningkatkan risiko stres dan mengganggu potensi asupan gizi seimbang, sehingga bisa mengakibatkan ketidakseimbangan nutritional intake dan gangguan kesehatan mental," imbuh Inisiator dari Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa tersebut.
Lebih lanjut, survei yang juga dilakukan oleh Research Associate Yoli Farradika menemukan bahwa sebanyak 57 persen orang dengan kecenderungan 'emotional eater' rupanya sedang dalam masa diet. Pada kebanyakan kasus, orang-orang ini menjalani diet dengan metode diet rendah lemak, intermittent fasting, dan diet keto.
"Hal ini merupakan faktor risiko yang perlu dipelajari karena mengingat kecenderungan adanya pola diet yang marak terjadi di masyarakat Indonesia akibat promosi dan publikasi terbuka lewat media," terangnya.
NEXT: Makan karena Stres atau Stres karena Telanjur Kalap Makan?
(vyp/naf)