Peneliti dari Health Collaborative Center Ray Wagiu Basrowi menyebut manusia merupakan makhluk sosial yang senang berkumpul. Sejumlah riset menunjukkan makan bersama juga menurunkan hormon kortisol akibat stres.
"Saat makan bersama, jadi lebih menikmati, enzim (pencernaan) keluar maksimal kalau lagi happy. Pencernaan jadi lebih bagus, (makan) lebih banyak," kata dr Ray di sela temu media di restoran Beautika, Jakarta Selatan, Rabu (24/1/2024).
Menurutnya, orang akan cenderung mengikuti orang yang makan makanan sehat. Sebagai contoh, ketika berada di momen nonton bareng, satu orang memutuskan memakan buah potong untuk camilan, otomatis yang lainnya juga akan mengikuti.
"Ketika kita berkomunal, berkumpul, perilaku yang baik memengaruhi perilaku komunitas," beber dia.
Makan bersama teman juga menjadi cara untuk mempraktikkan mindful eating. Metode ini membuat perilaku makan seseorang menjadi penuh kesadaran, alias tidak secara emosional.
Walhasil, kebutuhan gizi dan nutrisi terpenuhi. Meski beberapa kali sering diselingi mengobrol, hal ini tidak mengganggu perilaku mindful eating tersebut.
Hal ini disebutnya penting, mengingat emotional eater bisa berisiko dalam jangka panjang, termasuk meningkatkan kemungkinan terkena penyakit kronis seperti diabetes sampai masalah jantung. Riset yang baru-baru ini dilakukan HCC juga menemukan 47 persen orang Indonesia belum menerapkan mindful eating.
"Emotional eating ini menjadikan makan dan ritual makan bukan untuk menikmati zat gizi di makanan. Proses makan itu bagian dari kompensasi emosi, bisa stres, marah," jelas dr Ray.
Tidak hanya terkait secara fisik, tetapi juga secara psikis terdampak termasuk risiko stres meningkat 2,5 kali lipat.
Simak Video "Video: Program Makan Bahagia Gratis Disambut Baik Pedagang Kantin Sekolah"
(naf/naf)