Pemerintah RI saat ini tengah menyiapkan aturan terkait label gizi pada kemasan pangan atau disebut Nutri-Level. Aturan ini akan memberi masyarakat informasi tentang kadar gula, garam, dan lemak dalam makanan, untuk mendorong pola konsumsi yang lebih sehat.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar menjelaskan kebijakan ini menjadi bagian dari upaya menekan tingginya kasus penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia, termasuk diabetes.
"Kalau kita berbicara tentang kondisi masyarakat kita, seperti yang dijelaskan dokter Nadia tadi, itu lumayan besar ya, 30 jutaan penduduk kita yang punya peluang mengidap diabetes. Itu angka yang sangat besar, berarti 6 kalinya penduduk Singapura," ucapnya dalam acara detikcom Leaders Forum, Jumat (31/10/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ikrar mengatakan dasar hukum penerapan nutri-level sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 serta Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023, yang menegaskan pentingnya pengaturan kadar gula, garam, dan lemak pada pangan olahan.
Mengadopsi NutriGrade di Singapura, Indonesia juga akan punya NutriLevel. Foto: Rifkianto Nugroho/detikHealth |
Kapan Diterapkan?
Saat ini, lanjut Ikrar, pihaknya masih melakukan pendekatan dan diskusi dengan masyarakat serta pelaku industri pangan untuk menyusun bentuk label yang paling tepat.
Untuk tahap awal, Ikrar menyebut pihaknya akan menerapkan sistem ini pada kandungan gula terlebih dahulu, disusul garam dan lemak pada tahap berikutnya. Draft aturan pun saat ini sudah rampung, namun implementasinya masih menunggu proses harmonisasi dengan sejumlah kementerian dan pelaku usaha, termasuk Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perdagangan.
"Baik apakah kita mengaturnya dalam bentuk label-nya itu di front label, tag-nya? Kemudian apakah bentuknya kita meniru, karena kan kita juga bisa ikutin beberapa negara-negara lain, Misalnya Singapura, yang lebih fokus pada nutri level itu," tuturnya.
"Jadi kita juga ingin partisipasi masyarakat itu menjadi masyarakat yang cerdas untuk memilih makanan mana yang tepat untuk mereka," lanjutnya.
Ikrar menjelaskan, penerapan kebijakan ini tidak bisa dilakukan secara mendadak karena industri perlu waktu untuk menyesuaikan diri, termasuk melakukan reformulasi produk dan perubahan desain kemasan.
"Jadi kalau kita bicara tentang reformulasi, tentu itu akan dari pelaku usaha akan mengeluarkan modal lagi untuk melakukan perbaikan, penggantian, marketing, dan sebagainya. Kalau itu satu dua nggak seberapa, tapi ini bisa ribuan sampai jutaan produk, dan itu tentu biayanya besar. Oleh karena itu, dalam prosesnya itu kita berharap dilakukan secara bertahap," lanjutnya.
Senada, dr Nadia Tarmidzi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI, upaya pengendalian konsumsi gula, garam, dan lemak ini juga diarahkan pada dua pendekatan utama. Pertama, membangun kesadaran masyarakat, terutama generasi muda agar lebih memahami pentingnya gizi seimbang.
Kedua, dari sisi regulator, pemerintah memiliki kewajiban untuk memberikan informasi yang jelas kepada publik melalui label pangan.
"Kita punya kewajiban untuk memberikan informasi itu. Makanya salah satunya tadi yang disampaikan adalah bagaimana kemudian Badan POM memberikan label tadi. Supaya masyarakat juga bisa baca," tuturnya.












































