Kementerian Kesehatan RI sudah berkoordinasi dengan otoritas kesehatan negara terkait, untuk memulangkan kedua WNI agar menjalani pengobatan lebih lanjut di Indonesia. Laporan didapat pada awal Desember 2025. Belakangan diketahui, penularan dua WNI tersebut terjadi di Bali, yakni terinfeksi dari ibunya.
Apakah kusta mudah menular?
Kusta atau lepra masih kerap disalahpahami sebagai penyakit yang sangat menular. Padahal, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan kusta tidak mudah menular dan bisa sembuh total jika diobati dengan benar sejak dini.
Menurut WHO, kusta menular melalui droplet atau percikan air liur dari hidung dan mulut pengidap kusta yang belum diobati, mengandung bakteri Mycobacterium leprae. Penularan ini terjadi setelah kontak dekat dan berkepanjangan, misalnya tinggal serumah atau interaksi intens dalam waktu lama.
WHO menegaskan, kusta tidak menyebar melalui kontak kasual, seperti:
- berjabat tangan,
- berpelukan,
- makan bersama,
- duduk berdekatan,
- atau menggunakan transportasi umum.
Hal yang juga penting dipahami, pasien berhenti menularkan penyakit setelah pertama kali meminum obat.
Bagaimana Kusta Didiagnosis?
Diagnosis kusta umumnya dilakukan secara klinis, berdasarkan pemeriksaan dokter. Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan pada kasus-kasus tertentu yang sulit ditegakkan.
WHO menyebut, kusta biasanya ditandai oleh kelainan kulit dan gangguan saraf tepi. Diagnosis ditegakkan bila ditemukan setidaknya satu dari tanda berikut:
Hilangnya rasa pada bercak kulit berwarna pucat atau kemerahan,
Saraf tepi menebal atau membesar, disertai gangguan rasa atau kelemahan otot,
Ditemukannya basil kusta pada pemeriksaan apus kulit (slit-skin smear).
Untuk keperluan terapi, WHO mengelompokkan kusta menjadi dua jenis:
Paucibacillary (PB):
Kusta dengan 1 hingga 5 lesi kulit, tanpa bakteri terdeteksi pada apus kulit.
Multibacillary (MB):
Kusta dengan lebih dari 5 lesi kulit, atau disertai keterlibatan saraf, atau bakteri terdeteksi, terlepas dari jumlah lesi.
Pengobatan Kusta: Bisa Sembuh Total
WHO menegaskan, kusta adalah penyakit yang dapat disembuhkan. Pengobatan standar menggunakan multi-drug therapy (MDT) yang terdiri dari:
- dapsone,
- rifampisin,
- clofazimine.
Durasi pengobatan:
6 bulan untuk kasus PB,
12 bulan untuk kasus MB.
MDT bekerja membunuh bakteri penyebab kusta dan menyembuhkan pasien. Diagnosis dini dan pengobatan cepat sangat penting untuk mencegah kecacatan.
WHO juga memastikan, obat kusta tersedia gratis di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Bagaimana Mencegahnya?
Meski pengobatan efektif, WHO menilai bahwa penemuan dan pengobatan kasus saja belum cukup untuk memutus rantai penularan sepenuhnya.
Karena itu, WHO merekomendasikan:
- Pelacakan kontak dan deteksi dini anggota keluarga, tetangga, dan kontak sosial,
- Pemberian rifampisin dosis tunggal sebagai pencegahan pasca-pajanan (single-dose rifampicin atau SDR-PEP) pada kontak yang memenuhi syarat.
- Langkah ini terbukti dapat menurunkan risiko penularan pada orang-orang yang memiliki kontak dekat dengan pasien.
WHO juga menekankan pentingnya menghapus stigma dan diskriminasi terhadap pengidap kusta. Stigma justru membuat pasien enggan berobat, sehingga memperlambat penemuan kasus dan meningkatkan risiko komplikasi.
Kusta bukan kutukan, bukan penyakit turunan, dan bukan aib. Dengan pengobatan yang tepat dan tuntas, pasien bisa sembuh dan kembali beraktivitas seperti biasa.
Simak Video "Video: Kasus Penyakit Kusta Indonesia Masuk 3 Besar Dunia"
(naf/naf)