Menkes Akui Budaya dan Tabu Masih 'Bayangi' Masalah Kesehatan di Indonesia

Menkes Akui Budaya dan Tabu Masih 'Bayangi' Masalah Kesehatan di Indonesia

Ajeng Anastasia Kinanti - detikHealth
Selasa, 14 Mar 2017 16:00 WIB
Menkes Akui Budaya dan Tabu Masih Bayangi Masalah Kesehatan di Indonesia
Menkes Nila (Foto: Agung Pambudhy)
Jakarta - Salah satu masalah kesehatan yang dihadapi Indonesia saat ini adalah masih tingginya angka kematian ibu dan anak. Menurut Menteri Kesehatan RI, Prof Nila Djuwita F. Moeloek, SpM(K), faktor budaya masih ikut andil.

Contoh masalah kesehatan yang dianggap tabu dikatakan oleh Menkes Nila adalah tentang pemeriksaan kehamilan dan proses persalinan. Sampai saat ini masih banyak ibu-ibu yang merasa tabu untuk memeriksakan kehamilannya di fasilitas kesehatan, begitu juga untuk melakukan proses persalinan.

"Selain itu ada juga yang maunya hanya dengan dokter perempuan, ini kan berarti nanti bisa jadi tidak rata. Ada juga budaya yang menyebutkan ibu hamil tidak boleh makan ikan," tutur Menkes Nila saat membuka kegiatan 'Seruan Aksi Melanjutkan Upaya Penyelamatan Ibu dan Bayi Baru Lahir' yang diadakan di Kementerian Kesehatan, Jakarta, Selasa (14/3/2017).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia juga menyebutkan pernah mendengar informasi bahwa di daerah tertentu ada aturan di mana setelah melahirkan seorang ibu harus 'disisihkan' selama 40 hari dan tidak boleh makan. Tentu saja hal ini sangat memengaruhi kesehatan fisik dan mental ibu baru. Termasuk juga memengaruhi kesehatan bayinya. Sebab proses menyusui pun bisa terhambat.

Maka dari itu, Menkes Nila mengingatkan bahwa dalam mengatasi berbagai masalah terkait kesehatan ibu dan anak, diperlukan pendekatan berbasis kesehatan keluarga.

"Kata-kata saat menyampaikan informasi juga dipilih supaya bisa diserap masyarakat dengan baik. Kita harus bisa mengubah mindset mereka. Lakukan pendekatan dengan konsep keluarga," pesan Menkes Nila.

Baca juga: Menkes: Angka Kematian Ibu Memang Turun, Tapi Belum Cukup Signifikan

Selain masalah budaya dan tabu pada kesehatan ibu dan anak, konsep kesehatan keluarga menurut Menkes Nila juga berlaku misalnya untuk mengatasi penyakit lain seperti tuberkulosis atau TB. Ketika ada seseorang terkena TB, maka jika bisa dilakukan penyuluhan dan pemeriksaan juga pada anggota keluarga lainnya.

"Misalnya bapak kena TB, kalau bisa ya istrinya juga diperiksa karena kemungkinan tertular. Dekati dengan penyuluhan, dengan sistem edukasi dan advokasi. Jika ada kasus lagi kembalikan ke puskesmas," ujar Menkes Nila.

Menjalani hal ini dirinya menegaskan bahwa tidak bisa hanya mengandalkan kementerian kesehatan saja. Diperlukan koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait lainnya. Misalnya dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi untuk membantu mengatasi masalah rumah di desa, serta Kementerian ESDM untuk penyediaan listrik.

"Misalnya rumah keluarga di daerah tidak ada ventilasi, ya bagaimana tidak mau TB? Harus ada kerjasama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Lalu juga dengan Kementerian ESDM, bagaimana kita bisa menyimpan vaksin kalau tidak ada listrik? Kerjasama antar kementerian sangat penting. Kami harus yakinkan bahwa masalah kesehatan itu di hilir bukan di hulu," terang Menkes Nila

Baca juga: 5 Tahun Program EMAS, Kematian Ibu Mulai Berkurang (ajg/up)

Berita Terkait