Pertemuan tertutup ini berlangsung sejak pukul 14.00 di ruang rapat pimpinan nomor 224 Gedung Adyatma Kemenkes. Menurut informasi, pertemuan dihadiri pula oleh Kepala Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi dr Siswanto, MHP, DTM, dan Staf Khusus Kemenkes Prof Dr dr Akmal Taher, SpU(K). Sementara itu, Dr Warsito didampingi Dr Edi Sukur dan Fauzan Zidni, keduanya dari PT Edwar Teknology.
Mereka tengah membicarakan kelanjutan riset kontroversial Dr Warsito di bawah bendera PT Edwar Technology, yakni Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT) dan Electro-Capacitive Cancer Therapy (ECCT). Masyarakat mengenal kedua alat ini sebagai alat pendeteksi dan pembasmi kanker berbentuk rompi maupun helm.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apa yang dilakukan oleh Pak Warsito adalah sebuah inovasi yang perlu dikawal, tentu dalam kaidah penelitian yang baik, karena akan digunakan untuk manusia," kata drg Tritarayati mengawali pembicaraan, dalam suasana sangat formal, seperti dikutip pada Senin (7/12/2015).
Pertemuan tertutup dan konferensi pers dadakan yang hanya dihadiri satu media ini merupakan antiklimaks dari simpang siur penutupan klinik kanker milik Dr Warsito, sejak sepekan sebelumnya. Sebuah surat tertanggal 20 November 2015 dilayangkan oleh Kementerian Kesehatan dengan ditandatangani Sekretaris Jendral Kementerian Kesehatan, dr Untung Suseno Sutarjo, MKes. Isinya permintaan kepada Walikota Tangerang untuk menertibkan klinik kanker Dr Warsito di Alam Sutera, Tangerang.
![]() |
Dalam pertemuan tersebut, disepakati 3 hal yang salah satunya adalah review atau peninjauan ulang atas riset yang dilakukan Dr Warsito di laboratorium risetnya. Dalam 30 hari selama review berlangsung, Dr Warsito dan PT Edwar Technology tidak boleh menerima pasien baru.
Kemenkes merasa perlu melakukan review karena mengacu pada UU Nomor 36/2009 tentang Kesehatan, rompi anti kanker harus menjalani uji klinis sebelum dipasarkan. Hasil review akan menentukan apakah riset Dr Warsito boleh dilanjutkan atau tidak.
Meski meyakini bahwa alatnya tidak termasuk kategori alat kesehatan yang butuh uji klinis, perihal review ini Dr Warsito telah menyatakan sepakat. Ia berkomitmen untuk patuh dengan keputusan apapun yang akan diambil Kemenkes terkait hasil review tersebut.
Happy ending? Di depan wartawan, drg Tritarayati maupun Dr Warsito sama-sama menilainya sebagai kesepakatan yang baik. Namun dalam wawancara eksklusif di kantor detikHealth, sore hari setelah kesepakatan tersebut dirumuskan, Dr Warsito masih menyiratkan sepercik kegundahan.
"Peneliti kita 30-50 orang. Stafnya 150. Kalau ditolak kan nggak akan dapat dana sementara mereka harus makan. Kita harus pragmatis karena siapa lagi yang bertanggung jawab terhadap mereka?" kata Dr Warsito berapi-api.
Dibutuhkan solusi yang tepat untuk menjamin keselamatan pasien, sekaligus menyelamatkan karya anak bangsa yang konon sudah 'dipinang' oleh beberapa negara ini. Seperti apa duduk perkara yang sebenarnya, dan apa saja yang bisa dilakukan? Ikuti terus ulasannya di fokus berita detikHealth hari ini. (up/up)












































