dr Andri, SpKJ, dari RS Omni Alam Sutera mengatakan untuk mengetahui motif penyebar hoax perlu ada pemeriksaan secara mendalam oleh polisi, dan bila perlu oleh dokter jiwa atau psikolog. Namun untuk masyarakat yang menyebarkan hoax, menurutnyaf bisa jadi karena dua alasan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Malah sebagian besar biasanya pintar, dan memposting berita bohong, hoax, provoktaif agar orang-orang marah dan memang ini rutinitas dia," tandasnya.
Alasan kedua justru sebaliknya. Adanya teror berpotensi membuat seseorang merasa cemas dan takut. Ketika rasa cemas dan takut muncul secara berlebihan, kemampuan seseorang mengolah informasi akan berkurang.
"Karena dia takut dan cemas, makanya ikut menyebarkan, dengan harapan ada yang balas kalau itu hoax. Tapi ini kan salah juga," tambah dokter berkacamata ini.
Menurut dr Andri, butuh penanganan serius agar akar masalah hoax dan terorisme ini bisa terselesaikan dengan baik di Indonesia. Salah satunya adalah dengan meninggikan empati.
"Kita harusnya berpikir apa nih yang bisa kita lakukan agar kejadian ini tidak terulang. Tidak cukup hanya bikin status mengutuk saja. Karena sebenarnya penyebaran paham radikalisme ini nggak mungkin prosesnya tiba-tiba tapi sudah sejak lama," tutupnya.











































