"Sebetulnya ini memang single use kalau di luar negeri. Tapi di Indonesia biasanya dipakai berulang karena faktor ekonomi. Nah dialisernya kalau mau dipakai lagi tetap ada syaratnya," kata dr Sujitno Fadli dari Rena Medika Klinik Hemodialisis saat dijumpai oleh detikHealth di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (3/1/2019).
"Nefro (dialiser) itu sudah menetapkan 80 persen dari preming awal, kalau kurang harus dibuang. Misalnya isinya 100 cc, ketika sudah dicuci ulang dan diukur kurang dari 80 cc itu dibuang," sambungnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mesin untuk cuci darah. Foto: Khadijah/detikHealth |
Dialiser bisa dicuci manual atau memakai mesin. Jika menggunakan mesin reuse, preming volumenya atau batas volume pemakaian akan ketahuan."
"Tapi kalau sekelas RSCM sebagai rumah sakit rujukan nasional, ini (dialiser-red) nggak akan diulang, nggak boleh memang. Tapi untuk klinik atau rumah sakit tipe D, pembiayaannya kan lebih rendah nggak mungkin ini akan single use, bankrut nanti," ungkapnya.
Harga dialiser bisa 20-30 persen dari perawatan cuci darah. Dialiser yang digunakan kembali tidak hanya di Indonesia, di negara-negara Asia lain pun beberapa ada yang menggunakan dialiser reuse.
"Tetap ada aturannya. Ini kan kayak selang, bisa saja dipakai sekali dua kali bocor ya pasti harus diganti karena akan campur cairan dan darahnya," tutupnya.












































Mesin untuk cuci darah. Foto: Khadijah/detikHealth