"Guys yg lewat senayan, palmerah, hati2 ya. Sisaan gas air mata masih berasa. Dijalan yg naik motor sm yg jalan pada nangis wkwkwkwkwk perih bgt sumpah aku ngerasain," tulis salah satu netizen di Twitter.
Efek dari gas air mata memang tidak mudah hilang. Komponen pembentuknya pun bisa bermacam-macam sehingga efek bertahannya pun juga bergantung dari zat yang digunakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam gas air mata, terdapat agen-agen yang berfungsi untuk mengaktifkan salah satu dari dua reseptor rasa sakit, TRPA1 atau TRPV1, dan dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori besar berdasarkan yang mana dari reseptor yang mereka aktifkan.
Kategori pertama, agen pengaktif TRPA1, termasuk bahan kimia yang disebut 2-chlorobenzalmalonitrile atau gas CS. Agen ini adalah senyawa yang mengandung klor yang bertiup ke udara sebagai partikel halus.
"Mereka sebenarnya tersebar dengan membakar serta menempel pada kulit atau pakaian dan dapat bertahan untuk sementara waktu," ujar Jordt.
Ilmuwan kesehatan masyarakat di University of California, Berkeley, Rohini Haar menjelaskan, gas CS adalah yang paling umum dari agen pengaktif TRPA1 ini, tetapi, baru-baru ini, banyak aparat penegak hukum yang telah mulai menggunakan senyawa yang lebih baru.
"Semakin banyak, ada versi tingkat yang lebih tinggi yang disebut CS2 atau kadang-kadang CX," jelasnya dikutip dari Scientific American.
"Mereka (mengandung silikon) sehingga dapat bertahan lebih lama di lingkungan dan tidak hancur dengan cepat."
Gas dengan versi lebbih tinggi akan bertahan lebih lama di lingkungan dan juga lebih berbahaya jika terpapar kepada tubuh. Gas itu akan mempengaruhi suatu daerah selama beberapa hari.
Ada dua agen pengaktif TRPA1 lain yang digunakan untuk pengendalian huru-hara: gas CR (dibenzoxazepine) dan gas CN (kloroasetofenon). Keduanya lebih kuat daripada gas CS, menurut penjelasan Jordt.
(wdw/up)











































