Seorang wanita di Jakarta bernama Karin Ramadhani (26) menceritakan pengalamannya mengalami masalah keringat yang tidak terkontrol. Kondisi itu disebut-sebut berkaitan dengan hiperhidrosis atau kondisi ketika seseorang memiliki masalah keringat berlebih tanpa pemicu yang jelas.
"Kipas angin di kereta gak ngaruh. Tetep keringetan sampe banjir. Awalnya gak tau kenapa. Tapi ternyata hiperhidrosis," ucap Karin melalui unggahannya yang viral di TikTok dan sudah ditonton sebanyak setidaknya 3,7 juta kali tersebut.
Ketika berbincang dengan detikcom, Karin Ramadhani menceritakan bahwa kondisi tersebut sudah ia alami semenjak masih duduk di bangku sekolah dasar. Ia mengaku bingung dengan kondisinya itu, karena semasa kecil ia tinggal di pedesaan di Bandung yang memiliki udara cenderung dingin.
Ketika teman-temannya yang lain merasa dingin, ia justru mengalami gerah dan sering berkeringat. Ia menduga hal ini mungkin juga bisa diakibatkan oleh keturunan, karena kedua orang tuanya juga memiliki masalah yang serupa.
"Dari zaman sekolah tuh udah ngerasain pagi-pagi habis mandi, mau berangkat sekolah aja tuh aku keringetan padahal dulu aku tinggalnya di desa, di Bandung tuh yang masih sawah-sawah gitu kan masih dingin gitu, kadang tuh masih keringetan," kata Karin ketika dihubungi detikcom, Minggu (10/11/2024).
Semenjak pindah ke Jakarta untuk bekerja, kondisi yang dialaminya semakin parah. Ia mengaku tidak bisa 'lepas' dari kipas angin ataupun AC. Meskipun tidak memiliki masalah bau badan, Karin mengaku merasa risih dengan kondisi tersebut dan tidak ingin membuat orang yang ada di sekitarnya tidak nyaman.
Menanggapi kejadian tersebut, spesialis kulit dr Rizky Lendl Prayogo, SpDVE menjelaskan hiperhidrosis dibagi menjadi dua jenis klasifikasi, yaitu hiperhidrosis fokal primer dan hiperhidrosis sekunder.
Untuk jenis fokal primer, penyebab umumnya hingga saat ini belum diketahui secara jelas. Hiperhidrosis ini biasanya terjadi pada satu lokasi tubuh saja atau kombinasi dari beberapa lokasi, tidak muncul saat tidur, dan ada riwayat keluarga dengan keluhan serupa.
Sedangkan untuk jenis sekunder, hiperhidrosis terjadi akibat adanya masalah kesehatan melatarbelakangi kondisi tersebut. Hiperhidrosis sekunder dibagi menjadi dua jenis yaitu fokal dan generalisata.
"Hiperhidrosis sekunder fokal hanya mengenai satu bagian tubuh tertentu, penyebabnya gangguan di sistem saraf pusat (otak dan saraf tulang belakang), sistem saraf tepi, atau gangguan kulit di tempat tersebut misalnya tumor-tumor tertentu yang melibatkan kelenjar keringat atau pembuluh darah," kata dr Rizky ketika dihubungi oleh detikcom.
Sedangkan untuk hiperhidrosis sekunder generalisata biasanya terjadi di seluruh bagian tubuh. Kondisi ini dapat disebabkan gangguan sistem saraf pusat, infeksi kronis seperti tuberkulosis dan malaria, gangguan metabolisme seperti diabetes atau hipertiroid, hingga masalah keganasan seperti limfoma, kanker ginjal, dan leukemia.
dr Rizky menjelaskan perbedaan kondisi hiperhidrosis dan keringat berlebih biasa terletak pada kondisinya. Orang yang mengalami hiperhidrosis biasanya dapat berkeringat bahkan dalam kondisi baseline atau kondisi saat tidak beraktivitas berat dan cuaca tidak panas.
"Karena pada kondisi baseline, seharusnya tidak butuh termoregulasi ketat dengan mengeluarkan keringat berlebih. Jadi berkeringat merupakan salah satu mekanisme tubuh untuk menurunkan suhu tubuh saat cuaca panas atau aktivitas berat," tandasnya.
Simak Video "Video: Sama Pentingnya Suplemen dari Dalam dan Luar untuk Proteksi Kulit"
(avk/kna)