Ketika ada anjing menggonggong, jadilah kafilah yang cuek maka Anda akan baik-baik saja. Ungkapan ini cocok diterapkan untuk menghadapi tukang bully, yang setiap kata-katanya selalu dimaksudkan untuk menyakiti perasaan orang lain.
Seto Mulyadi, pemerhati anak dari Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) sepakat bahwa cuek merupakan jurus paling ampuh untuk menghadapi bullying terutama pada anak dan remaja. Namun tidak cukup sampai di cueknya saja, orang tua perlu menjalin komunikasi dengan anak.
"Tunjukkan bahwa bullying adalah tindakan pengecut, sangat tidak dibenarkan, melanggar undang-undang, dan sebagainya," kata pria yang akrab disapa Kak Seto ini kepada detikHealth, seperti ditulis pada Rabu (29/1/2014).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada banyak akun jejaring media sosial dengan nama samaran (pseudonym) yang dengan senang hati ikut-ikutan mencela, memojokkan korban bullying, tanpa benar-benar tahu masalahnya. Entah kepuasan apa yang mereka dapat, tetapi celaan yang dilancarkan biasanya akan semakin gencar bila korbannya menanggapi.
Senada dengan Kak Seto, psikolog Roslina Verauli, M.Psi dari RS Pondok Indah juga tidak menyarankan korban bullying untuk melawan. Daripada menanggapi, ia lebih menyarankan untuk mengembangkan sopan santun dalam bergaul secara sehat di internet.
"Daripada melawan, yang ingin dikembangkan adalah pencegahan. Harus kembangkan empati. Ketika punya empati, otomatis perilaku yang pro-sosial seperti menolong orang dan berbuat baik akan menjadi terbiasa dan tidak akan jadi tukang bully," kata perempuan yang akrab disapa Vera ini.
(up/vit)











































