Temuan-temuan Baru Terkait Medis di Indonesia Sepanjang 2015

Kilas Balik Kesehatan

Temuan-temuan Baru Terkait Medis di Indonesia Sepanjang 2015

Rahma Lillahi Sativa - detikHealth
Rabu, 06 Jan 2016 14:46 WIB
Temuan-temuan Baru Terkait Medis di Indonesia Sepanjang 2015
Foto: thinkstock
Jakarta - Berbagai peristiwa yang berkaitan dengan dunia kesehatan terjadi di sepanjang tahun 2015. Namun ada juga temuan-temuan baru di bidang medis yang patut menjadi perhatian untuk ke depannya.
 
Berikut paparannya seperti dirangkum detikHealth, Rabu (6/1/2015).

1. Virus campak genotype baru

Foto: Thinkstock
September lalu, kejadian luar biasa (KLB) campak terjadi di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Campak ini sudah muncul sejak periode Agustus-Desember 2014. Sepanjang 2014, pihaknya sudah menangani 34 kasus dan di awal 2015, sudah ada 15 kasus yang ditangani.
 
Menariknya, dari hasil penelitian Eijkmann Institute menunjukkan bahwa genotype virus yang memicu KLB di wilayah tersebut belum pernah dilaporkan di Indonesia, setidaknya sampai tahun 2011.
 
Oleh peneliti dari Eijkman Institute, genotype virus campak baru ini diberi nama genotype D8. "Sampai 2011, genotype campak yang bersirkulasi di Indonesia adalah B3 dan H1, genotype D8 belum pernah dilaporkan di Indonesia sebelumnya," papar Ageng Wiyatno, peneliti campak dari Eijkmann.
 
Meski begitu genotype D8 ini sudah pernah ditemukan di negara lain, dan tergolong ke dalam salah satu dari 23 genotype virus campak yang bersirkulasi di penjuru dunia.
 
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) mengungkapkan, genotype D8 sendiri baru ditemukan pada 2014 lalu, antara lain di Riau dan Bandung. Ageng menambahkan pihaknya belum mengetahui kemungkinan asal genotype tersebut.
 
Baca jugaGenotype Campak Pemicu KLB di Kalsel Belum Pernah Ditemukan di Indonesia

2. Virus DBD lama digantikan dengan virus baru

Foto: thinkstock
Sementara Indonesia sedang giat-giatnya mengembangkan vaksin DBD, upaya penanggulangan infeksi ini nampaknya bakal menemui tantangan baru. Eijkmann Institute menemukan fenomena 'genotype replacement' di mana tergantikannya virus lama dengan virus baru yang pertumbuhannya lebih cepat.
 
Pergantian genotype ini ditemukan pertama kali dalam sebuah penelitian di Makassar, Sulawesi Selatan. Genotype I dari Dengue Virus 1 (DENV-1) mulai menggantikan keberadaan DENV-1 genotype IV.
 
Genotype IV sudah ada di Indonesia sejak tahun 1998, sedangkan genotype I belum pernah ditemukan sebelumnya di Indonesia. Persoalannya, virus DBD genotype I bisa tumbuh lebih cepat dibanding genotype IV. Meski dampaknya baru diteliti, peneliti sempat khawatir genotype ini dapat memicu kejadian luar biasa (KLB).
 
Baca jugaDitemukan di Makassar, Genotype Baru Virus DBD Gantikan Virus Lama

3. Infeksi Helicobacter pylori

Foto: Getty Images
Sebuah penelitian menyebut 1 dari 5 pasien maag di Indonesia terinfeksi oleh bakteri bernama Helicobacter pylori. Kesimpulan ini didasarkan atas pengamatan terhadap sampel-sampel dari sejumlah pasien dengan gejala dispepsia atau gangguan pada saluran cerna di 5 kota besar di 5 pulau di Indonesia.

"Dari ratusan sampel, angka kejadiannya 20 persen. Itu cukup tinggi," ungkap salah satu peneliti, dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH.

Yang membuat riset ini menarik adalah di luar negeri, infeksi bakteri H Pylori ini kerap dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker lambung. Sedangkan di Indonesia, angka kejadian kanker lambung lebih rendah dibanding negara-negara Asia lainnya yaitu 2,8 kasus per 100.000 penduduk.

Rupanya strain bakteri H pylori yang ditemukan di Indonesia tidak seganas yang ada di negara lain. Namun sejumlah suku bangsa di Indonesia mempunyai kerentanan lebih tinggi terhadap infeksi bakteri ini dibanding suku lainnya.

Sampel dari 5 kota besar menunjukkan angka kejadian pada suku Papua sebesar 42,9 persen, Batak 40 persen, Bugis 36,7 persen, Tionghoa 13 persen, Dayak 7,5 persen, dan Jawa 2,4 persen.

Sumber air juga berpengaruh pada angka kejadian infeksi H.pylori. Warga yang menggunakan sumur atau sungai sebagai sumber air terbukti lebih berisiko mengalami infeksi H.pylori.
 
Baca jugaMengenal Helicobacter pylori, Bakteri Penyebab Tukak dan Kanker Lambung

4. Infeksi virus zika

Foto: pubmed
Pertengahan November lalu, untuk pertama kalinya dilaporkan adanya infeksi virus zika di Indonesia. Virus ini masih satu keluarga dengan virus yan menyebabkan DBD dan chikungunya yaitu flavivirus. Bedanya, virus zika tidak seganas flavivirus.

"Paling hanya demam-demam biasa, akan hilang dengan sendirinya," ungkap Prof Amin Soebandrio, Kepala Lembaga Biomolekuler Eijkman Institute yang melaporkan temuan ini.
 
Meski sudah ada di Indonesia, Kemenkes memastikan belum ada pasien yang dilaporkan terjangkit. Dan untuk mengantisipasinya, Kemenkes telah berencana menindaklanjuti hasil temuan tersebut dengan studi epidemiologi.

Di Brazil dan sejumlah negara di Amerika Latin, infeksi virus zika ditengarai ada kaitannya dengan tingginya angka kelahiran bayi cacat di sana. Bahkan di Brazil, infeksi virus ini tercatat sudah memakan dua korban jiwa, serta 739 kasus ensefalitis mikro pada bayi.
 
Baca juga: Pertama Kali di Indonesia, Eijkman Laporkan Infeksi Virus Zika

5. Nyamuk-nyamuk jenis baru

Foto: thinkstock
Di penghujung tahun lalu Kemenkes mengaku tengah melakukan riset terkait berbagai hewan penyebar penyakit di Indonesia. Salah satu temuan awal dari riset tersebut adalah beberapa spesies nyamuk baru yang belum pernah ada di Indonesia.
 
Nyamuk yang dimaksud bernama Aedes aurensius, spesies lain dari Aedes aegypti. Nyamuk ini pertama kali teridentifikasi di Papua dan tengah diteliti potensi bahayanya.  

"Namanya bagus sekali ya, dia itu sejenis aedes. Kalau kita bicara aedes biasanya itu chikungunya dan demam berdarah tetapi ini dia (aurensius) belum terbukti membawa apa-apa," kata Dr HM Subuh, MPPM, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes.
 
Selain Aedes aurensius, ada juga nyamuk Anopheles barbirostris yang positif mengandung parasit malaria. Nyamuk ini sudah pernah ada di Sumatra Selatan tetapi baru diketahui dapat menyebarkan malaria.
 
Baca jugaDitemukan Nyamuk Baru di Papua, Kemenkes Teliti Potensi Penyakitnya
Halaman 2 dari 6
September lalu, kejadian luar biasa (KLB) campak terjadi di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Campak ini sudah muncul sejak periode Agustus-Desember 2014. Sepanjang 2014, pihaknya sudah menangani 34 kasus dan di awal 2015, sudah ada 15 kasus yang ditangani.
 
Menariknya, dari hasil penelitian Eijkmann Institute menunjukkan bahwa genotype virus yang memicu KLB di wilayah tersebut belum pernah dilaporkan di Indonesia, setidaknya sampai tahun 2011.
 
Oleh peneliti dari Eijkman Institute, genotype virus campak baru ini diberi nama genotype D8. "Sampai 2011, genotype campak yang bersirkulasi di Indonesia adalah B3 dan H1, genotype D8 belum pernah dilaporkan di Indonesia sebelumnya," papar Ageng Wiyatno, peneliti campak dari Eijkmann.
 
Meski begitu genotype D8 ini sudah pernah ditemukan di negara lain, dan tergolong ke dalam salah satu dari 23 genotype virus campak yang bersirkulasi di penjuru dunia.
 
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) mengungkapkan, genotype D8 sendiri baru ditemukan pada 2014 lalu, antara lain di Riau dan Bandung. Ageng menambahkan pihaknya belum mengetahui kemungkinan asal genotype tersebut.
 
Baca jugaGenotype Campak Pemicu KLB di Kalsel Belum Pernah Ditemukan di Indonesia

Sementara Indonesia sedang giat-giatnya mengembangkan vaksin DBD, upaya penanggulangan infeksi ini nampaknya bakal menemui tantangan baru. Eijkmann Institute menemukan fenomena 'genotype replacement' di mana tergantikannya virus lama dengan virus baru yang pertumbuhannya lebih cepat.
 
Pergantian genotype ini ditemukan pertama kali dalam sebuah penelitian di Makassar, Sulawesi Selatan. Genotype I dari Dengue Virus 1 (DENV-1) mulai menggantikan keberadaan DENV-1 genotype IV.
 
Genotype IV sudah ada di Indonesia sejak tahun 1998, sedangkan genotype I belum pernah ditemukan sebelumnya di Indonesia. Persoalannya, virus DBD genotype I bisa tumbuh lebih cepat dibanding genotype IV. Meski dampaknya baru diteliti, peneliti sempat khawatir genotype ini dapat memicu kejadian luar biasa (KLB).
 
Baca jugaDitemukan di Makassar, Genotype Baru Virus DBD Gantikan Virus Lama

Sebuah penelitian menyebut 1 dari 5 pasien maag di Indonesia terinfeksi oleh bakteri bernama Helicobacter pylori. Kesimpulan ini didasarkan atas pengamatan terhadap sampel-sampel dari sejumlah pasien dengan gejala dispepsia atau gangguan pada saluran cerna di 5 kota besar di 5 pulau di Indonesia.

"Dari ratusan sampel, angka kejadiannya 20 persen. Itu cukup tinggi," ungkap salah satu peneliti, dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH.

Yang membuat riset ini menarik adalah di luar negeri, infeksi bakteri H Pylori ini kerap dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker lambung. Sedangkan di Indonesia, angka kejadian kanker lambung lebih rendah dibanding negara-negara Asia lainnya yaitu 2,8 kasus per 100.000 penduduk.

Rupanya strain bakteri H pylori yang ditemukan di Indonesia tidak seganas yang ada di negara lain. Namun sejumlah suku bangsa di Indonesia mempunyai kerentanan lebih tinggi terhadap infeksi bakteri ini dibanding suku lainnya.

Sampel dari 5 kota besar menunjukkan angka kejadian pada suku Papua sebesar 42,9 persen, Batak 40 persen, Bugis 36,7 persen, Tionghoa 13 persen, Dayak 7,5 persen, dan Jawa 2,4 persen.

Sumber air juga berpengaruh pada angka kejadian infeksi H.pylori. Warga yang menggunakan sumur atau sungai sebagai sumber air terbukti lebih berisiko mengalami infeksi H.pylori.
 
Baca jugaMengenal Helicobacter pylori, Bakteri Penyebab Tukak dan Kanker Lambung

Pertengahan November lalu, untuk pertama kalinya dilaporkan adanya infeksi virus zika di Indonesia. Virus ini masih satu keluarga dengan virus yan menyebabkan DBD dan chikungunya yaitu flavivirus. Bedanya, virus zika tidak seganas flavivirus.

"Paling hanya demam-demam biasa, akan hilang dengan sendirinya," ungkap Prof Amin Soebandrio, Kepala Lembaga Biomolekuler Eijkman Institute yang melaporkan temuan ini.
 
Meski sudah ada di Indonesia, Kemenkes memastikan belum ada pasien yang dilaporkan terjangkit. Dan untuk mengantisipasinya, Kemenkes telah berencana menindaklanjuti hasil temuan tersebut dengan studi epidemiologi.

Di Brazil dan sejumlah negara di Amerika Latin, infeksi virus zika ditengarai ada kaitannya dengan tingginya angka kelahiran bayi cacat di sana. Bahkan di Brazil, infeksi virus ini tercatat sudah memakan dua korban jiwa, serta 739 kasus ensefalitis mikro pada bayi.
 
Baca juga: Pertama Kali di Indonesia, Eijkman Laporkan Infeksi Virus Zika

Di penghujung tahun lalu Kemenkes mengaku tengah melakukan riset terkait berbagai hewan penyebar penyakit di Indonesia. Salah satu temuan awal dari riset tersebut adalah beberapa spesies nyamuk baru yang belum pernah ada di Indonesia.
 
Nyamuk yang dimaksud bernama Aedes aurensius, spesies lain dari Aedes aegypti. Nyamuk ini pertama kali teridentifikasi di Papua dan tengah diteliti potensi bahayanya.  

"Namanya bagus sekali ya, dia itu sejenis aedes. Kalau kita bicara aedes biasanya itu chikungunya dan demam berdarah tetapi ini dia (aurensius) belum terbukti membawa apa-apa," kata Dr HM Subuh, MPPM, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes.
 
Selain Aedes aurensius, ada juga nyamuk Anopheles barbirostris yang positif mengandung parasit malaria. Nyamuk ini sudah pernah ada di Sumatra Selatan tetapi baru diketahui dapat menyebarkan malaria.
 
Baca jugaDitemukan Nyamuk Baru di Papua, Kemenkes Teliti Potensi Penyakitnya

(lll/up)

Berita Terkait