Yang pertama, dr Eka menyarankan untuk membeli obat di tempat resmi yang teregistrasi. Harga mungkin lebih mahal, namun kualitas tentu sudah akan terjamin.
Kemudian pastikan untuk membeli obat yang sesuai dengan resep dokter. Hindari juga membeli lewat situs jual-beli online, lebih baik membelinya langsung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perhatikan juga kemasan dan efek obat. Menurut dr Eka, dalam kasus obat palsu tersebut kebanyakan obat yang dipalsu adalah obat yang digunakan untuk penyakit kronis. Maka konsumen harus curiga apabila tidak ada efek yang terjadi, misal gula darah tidak turun pada pengidap diabetes.
Dihubungi terpisah, Prof Dr dr Pradana Soewondo, SpPD-KEMD dari RS Premiere Jatinegara berharap ada penyederhanaan tata niaga perdagangan obat dan pengawasan yang lebih aktif. Dan juga lebih baik untuk menghilangkan sistem harga dua rezim.
"Hilangkan sistem harga dua rezim, rezim BPJS dan rezim umum reguler. Ini membuat rembesan dan keuntungan bagi pemain-pemain seperti para apoteker yang membeli harga BPJS dijual di jalur umum. Satu harga asli, jangan pakai dua harga tapi kemasan harus sama. Satu pen insulin harga BPJS 87 ribu, harga apotik 200 ribu. Nggak tahu mana yang asli, kemasan sama," tandasnya.
(frp/up)











































