Belakangan ini, terapi aaPRP (autologus activated platelet-rich plasma) besutan dr Karina F Moegni, SpBP ramai diperbincangkan. Terapi yang awalnya populer untuk kecantikan tersebut dimodifikasi untuk terapi pasien COVID-19.
Sejumlah pihak menilai terapi ini sebagai inovasi yang bisa menjadi menjadi solusi pengobatan bagi pasien COVID-19. Namun di sisi lain, kontroversi dan tudingan overklaim muncul mengingat manfaat terapi ini belum teruji secara ilmiah.
Berikut fakta-fakta seputar terapi COVID-19 aaPRP yang dirangkum detikcom:
1. Dikembangkan oleh dr Karina
Metode aaPRP awalnya diperkenalkan oleh dr Karina F Moegni, SpBP-RE, lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Di kampus ini pula dr Karina meraih gelar doktor (S3) di bidang biomedik.
Ia kini mengepalai HayandraLab dari Klinik Hayandra. Klinik inilah yang memfasilitasi terapi aaPRP untuk pasien COVID-19.
2. Cara kerja
Saat dihubungi detikcom, dr Karina menjelaskan aaPRP menggunakan konsentrat protein berasal dari trombosit (kepingan sel darah merah) yang juga mengandung lebih dari 1.000 jenis protein, seperti protein antiradang, pembangun, dan bakteri. Trombosit inilah yang digunakan pada pasien COVID-19 sebagai terapi.
dr Karina menjelaskan, pada dasarnya aaPRP adalah konsentrat protein yg berasal dari dalam trombosit yang juga mengandung lebih dari 1.000 jenis protein, seperti protein anti radang, pembangun, dan anti bakteri.
Caranya, darah pasien COVID-19 diambil sebanyak 20-25 cc atau setara 1,5 sendok makan seperti ambil darah pada umumnya di laboratorium. Klaimnya, HayandraLab menggunakan tabung darah khusus.
Dari darah tersebut, trombosit dipisahkan dan dipecah menggunakan zat khusus yang juga disiapkan oleh HayandraLab. Protein dari trombosit tersebut kemudian dimasukkan ke dalam cairan infus dan diberikan kembali pada pasien pemilik darah.
"Protein anti radang dapat menanggulangi badai sitokin pada COVID-19 dan di saat yang bersamaan, tubuh membangun sel-sel yg dirusak virus (misalnya sel paru) dengan protein pembangun," papar dr Karina saat dihubungi detikcom, Senin (9/8/2021).
"Anti bakteri pada aaPRP dapat membantu melindungi tubuh dari serangan bakteri, saat tubuh sedang melemah karena bertarung melawan virus.
Semakin cepat COVID teratasi dan semakin cepat sel-sel tubuh yang rusak dibangun kembali, semakin kecil risiko terjadinya gejala sisa (sekuele) pasca COVID," lanjutnya.
Dihubungi terpisah, dokter spesialis kulit dari DNI Skin Centre, dr I Gusti Nyoman Darmaputra, SpKK(K), menjelaskan bahwa PRP sebenarnya sudah dikenal sejak lama. Jika sebelumnya lebih populer untuk kecantikan, belakangan penggunaan yang lebih luas mulai dikembangkan.
"PRP telah digunakan selama beberapa tahun terakhir sebagai pengobatan yang efektif di berbagai bidang medis," kata dr Darma, sapaan akrabnya, kepada detikcom, Minggu (8/8/2021).
Dalam dunia kecantikan, PRP digunakan untuk mengatasi kulit keriput, kebotakan, dan menghilangkan bekas jerawat.