Ledakan bom pada 11 Maret lalu di wilayah Ukraina timur Oblast Dnipropetrovsk menabrak rumah Olena Selichzianowa, menyebabkan cedera dan kebutaan pada Olena dan kedua putra kembarnya yang masih berusia lima tahun, Nazar dan Timur.
Olena menggambarkan, saat itu dirinya impuls berlutut, menarik kedua putranya untuk berlindung dari pecahan peluru. Namun setelah ledakan, ia tak lagi ingat apa yang terjadi.
Olena beserta kedua putranya menjadi buta akibat terkena pecahan yang terbang, memotong lengan dan wajah mereka. Kulit mereka terbakar parah, pecahan kaca kecil menempel di salah satu mata Olena.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keluarga tersebut kemudian ditarik dari reruntuhan dan dibawa ke rumah sakit. Akan tetapi, luka mereka amat serius sehingga harus segera dipindahkan.
Seorang spesialis mata di Lviv, dr Nataliya Preys, menerima kabar perihal cedera pada Olena dan kedua anaknya. Ia segera mengirim laporan gambar luka kepada mantan gurunya di Polandia, Profesor Robert Rejdak di Universitas Kedokteran Lublin.
Dalam kondisi memerlukan pengobatan sesegera mungkin, Olena bersama Nazar dan Timur harus menempuh waktu hingga seminggu untuk bisa mencapai Polandia. Kendala tersebut disebabkan pertempuran di Ukraina.
Profesor Redjak menggambarkan, Olena dan kedua putranya bak 'datang dari neraka'. Olena kemudian diberi penanganan operasi katarak bilateral. Operasinya disebut amat rumit lantaran terdapat pecahan kaca di salah satu mata.
"Mereka datang dari neraka," ujar Profesor Redjak, dikutip dari BBC, Senin (4/4/2022).
"Untungnya operasi berjalan dengan sangat sempurna dan Olena melihat hampir sepenuhnya dua hari setelahnya. Proses penyembuhannya sempurna jadi saya berharap ini akan menjadi lebih baik lagi. Tapi setidaknya sekarang dia bisa melihat anak laki-lakinya," imbuhnya.
Akan tetapi, kedua putra Olena Nazar dan Timur tak bernasib sama. Seperti apa kondisi kedua bocah tersebut? Simak di halaman selanjutnya.
Akan tetapi, Nazar telah kehilangan matanya. Proses pemulihan bocah tersebut diyakini akan memakan waktu lebih lama. Tim Profesor Rejdak melakukan operasi retina, kemudian merencanakan operasi katarak lebih lanjut.
"Kami berharap penglihatannya akan baik, tetapi mereka membutuhkan perawatan yang lebih lama," beber Profesor Redjak.
"Mereka akan menjadi buta karena perawatan baru dimulai pada saat terakhir, itu sudah memakan waktu tujuh hari sejak kecelakaan dan pada trauma mata. Waktu sangat penting," sambungnya.
Di samping itu, Profesor Redjak memberikan konsultasi virtual dengan rekan-rekannya di Ukraina. Walhasil, ia memiliki jaringan spesialis, salah satunya bekerja sama dengan mantan muridnya yakni dr Preys untuk menyarankan pasien mana yang harus dievakuasi untuk menjalani operasi di Lublin, Polandia.
Jika evakuasi tidak memungkinkan untuk dilakukan, Profesor Redjak akan memberikan saran perihal tindakan perawatan oleh dokter di Lviv.











































