Melahirkan Cuti 6 Bulan Plus Suami Cuti 40 Hari, Manfaatnya Apa Sih?

Round Up

Melahirkan Cuti 6 Bulan Plus Suami Cuti 40 Hari, Manfaatnya Apa Sih?

Mochammad Fajar Nur - detikHealth
Kamis, 23 Jun 2022 06:00 WIB
Melahirkan Cuti 6 Bulan Plus Suami Cuti 40 Hari, Manfaatnya Apa Sih?
6 Bulan cuti melahirkan plus 40 hari cuti untuk suami (Foto: Getty Images/iStockphoto/Nilanka Sampath)
Jakarta -

DPR RI telah menyepakati akan membahas lebih lanjut Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) untuk menjadi undang-undang. Pada RUU KIA yang diusulkan tersebut, ibu yang melahirkan bisa mendapat cuti selama 6 bulan. Sebelumnya, aturan masa cuti melahirkan sudah diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja dengan masa durasi waktu selama 3 bulan saja.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Hasto Wardoyo, SpOG menyatakan dari sisi medis RUU KIA akan meminimalisir angka kematian ibu dan bayi yang saat ini cukup tinggi.

"Cuti 6 bulan kalau kita lihat sisi manfaatnya sangat sangat bermanfaat, karena apa? Saya berdasarkan data ini ya, di Indonesia kematian ibu masih cukup tinggi, kematian bayi juga cukup tinggi, dan angka kelahiran prematur juga tinggi. Hal ini karena tidak sukses mengawal kehamilan dan kelahiran 1.000 hari ke depan," ucapnya dalam konferensi virtual, Selasa (21/6/2022).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Hasto, cuti 6 bulan bisa mengamankan calon ibu dan anak sebelum dan sesudah melahirkan. Hal ini juga mengurangi risiko keguguran dan prematur pada ibu yang akan melahirkan.

"Kita bisa amankan 4 minggu sebelum melahirkan dan 36 minggu kondisi setelah melahirkan. Karena memang nasehat dokter kalau sudah hamil mendekati persalinan tidak boleh ini ya yang berat-berat, kalau aktivitas banyak bisa ketuban pecah atau lahir sebelum waktunya," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Inisiasi cuti 6 bulan dalam RUU KIA juga memberikan waktu bagi ibu memberikan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif secara teratur. Menurut Hasto hal ini sangat bermanfaat bagi tumbuh kembang anak.

"ASI eksklusif terpenuhi ini sangat luar biasa. Jadi ada waktu untuk berikan ASI eksklusif, untuk pemulihan kesehatan, dan pastinya untuk persiapan melahirkan," bebernya.

NEXT: Cuti 40 Hari Bagi Suami

DPR turut menginisiasi cuti 40 hari bagi suami yang istrinya melahirkan dalam RUU tersebut.

Mengomentari inisiasi ini, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Hasto Wardoyo SpOG menyatakan pentingnya peran suami dalam menemani istri sebelum dan sesudah waktu melahirkan.

"Perempuan yang melahirkan ini memang butuh keluarga siaga, paling tidak sebelum hari kelahiran siaga seminggu sebelum Hari Perkiraan Lahir (HPL). Artinya apa? ada tanda tanda melahirkan, ada kontraksi harus siaga. Kan bisa pas jam kantor dan jam tidak libur. Jadi keluarga siaga terutama suami," ujarnya.

Menurut Hasto perempuan setelah melahirkan memiliki risiko stress yang cukup tinggi. Di sini peran suami dibutuhkan untuk menemani dan memberi kenyamanan pada istri setelah melahirkan.

Selain dari sisi psikis, Hasto menyatakan risiko kesehatan pada istri setelah melahirkan bisa terjadi pada kondisi fisik yang perlu diawasi oleh pihak keluarga terutama oleh suami.

"Setelah melahirkan, kalau lahir normal 2-3 hari sudah merasa nyaman memang. Tapi sebetulnya rahimnya masih besar, peluang pendarahan bisa terjadi. Kemudian kecemasan terjadi pasca persalinan, bahkan bisa sampai 10 hari. Jadi sebetulnya istri itu butuh dukungan suami sebaik-baiknya agar kenyamanan terjamin," bebernya.

Menurutnya pertimbangan suami diberikan cuti menemani istri melahirkan ini sudah tepat berdasarkan kondisi biologis yang akan dialami istri setelah melahirkan.

"Secara biologis memang seperti itu, kalau 40 hari terlalu lama bisa 2 minggu sebelum melahirkan dan sesudah melahirkan," pungkasnya.

Oleh beberapa pihak, aturan ini dinilai mampu memunculkan peluang penyerapan tenaga kerja wanita jadi berkurang. Selain itu, kekhawatiran juga muncul apabila pihak perusahaan justru melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada pekerja wanita yang akan melahirkan agar terhindar dari kerugian membayar gaji di masa cuti.

Menurut Hasto jika perusahaan ragu memberikan cuti melahirkan selama 6 bulan penuh, dirinya mengusulkan untuk agar perusahaan memberikan kebijakan Work From Home (WFH) 6 bulan penuh setelah melahirkan.

"Jadi misal 3 bulan cuti, nanti sisanya 6 bulan WFH. ASI eksklusif juga bisa dijamin 6 bulan sukses kalau seandainya istri itu WFH. Mungkin cutinya nggak 6 bulan, tapi sisanya WFH 6 bulan, jadi perlu dikaji juga," ujarnya.

"Perusahaan perlu mempertimbangkan jarak kehamilan, jarak melahirkan, jadi ini bisa masuk ketentuan yang perlu diperhatikan agar dipersiapkan," sambungnya.

NEXT: Cuti melahirkan di 10 negara maju

Dikutip dari World Population Review, berikut ini 10 negara dengan durasi cuti hamil terlama:

  • Bulgaria (58,6 minggu)
  • Yunani (43 minggu)
  • Inggris Raya (39 minggu)
  • Slovakia (34 minggu)
  • Kroasia (30 minggu)
  • Chili (30 minggu)
  • Republik Ceko (28 minggu)
  • Irlandia (26 minggu)
  • Hongaria (24 minggu)
  • Selandia Baru (22 minggu)

Menurut dr Hasto negara-negara tersebut memiliki angka kematian ibu dan bayi cukup rendah.

"Memang negara maju butuh dikaji, dan angka kematian ibu dan bayi cukup rendah di negara-negara tersebut," pungkasnya.

Halaman 2 dari 3
(mfn/up)

Berita Terkait