Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menolak permohonan legalnya ganja medis untuk kesehatan. Hal ini dikarenakan belum ada penelitian yang membuktikan manfaat ganja medis bagi terapi dan pelayanan kesehatan.
Meski sudah dilegalkan di sejumlah negara seperti Argentina, Australia, Amerika Serikat, Jerman, Yunani, Israel, Italia, Belanda, hingga Thailand, Hakim MK Daniel Yusmic P Foekh menekankan poin tersebut tidak bisa menjadi landasan ganja medis ikut legal di Tanah Air.
Di sisi lain, Hakim MK Suhartoyo, tidak menutup kemungkinan adanya perubahan kebijakan terkait penggunaan ganja medis untuk terapi. Dalam hal ini, MK menilai pengkajian bisa lebih dulu dilakukan DPR sebagai pembentuk Undang-Undang.
"Bahwa oleh karena setiap jenis golongan narkotika memiliki dampak yang berbeda-beda, khususnya dalam hal tingkat ketergantungan, maka di dalam menentukan jenis-jenis narkotika yang ditetapkan ke dalam suatu jenis narkotika dibutuhkan metode ilmiah yang sangat ketat," jelas dia, dalam YouTube Mahkamah Konstitusi, Rabu (20/7/2022).
"Dengan demikian, terkait dengan adanya keinginan untuk menggeser atau mengubah pemanfaatan jenis narkotika dari dari golongan satu ke yang lain tidak dapat sederhana dilakukan," sambung Suhartoyo.
Ia melanjutkan, fakta banyaknya pasien yang membutuhkan ganja untuk pelayanan medis di Indonesia tidak mengesampingkan risiko yang kemudian muncul.
"Akibat besar yang ditimbulkan apabila tidak ada kesiapan, khususnya terkait dengan struktur dan budaya hukum masyarakat, termasuk sarana dan prasarana yang dibutuhkan belum sepenuhnya tersedia," tutur dia.
"Terlebih berkenaan dengan pemanfaatan jenis narkotika golongan I termasuk dalam kategori narkotika dengan dampak ketergantungan yang tinggi," pesan dia.
Simak Video "Penggunaan Ganja Medis Juga Punya Risiko, Apa Saja?"
[Gambas:Video 20detik]
(naf/up)