Epidemiolog Pandu Riono dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) ikut mendorong cukai minuman berpemanis, menanggapi viral konsumen es teh Indonesia disomasi. Menurutnya, perlu ada regulasi yang ketat mengenai batasan konsumsi gula di masyarakat.
"Iya perlu ngatur yang benar, Menkes-menkes sebelumnya tidak berhasil karena kalah oleh lobi dunia usaha. Saya percaya Menkes yang sekarang mampu mewujudkan ada regulasi yang diterapkan," ungkapnya, ditulis detikcom Senin (26/9/2022).
"Bukan sekedar di atas kertas," tuturnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kombinasi kebijakan yang dibarengi dengan aturan cukai minuman mengandung gula disebutnya bakal efektif menekan sejumlah risiko penyakit yang muncul akibat terlalu banyak minuman berpemanis.
Pandu juga menyinggung pentingnya edukasi asupan gula secara masif pada publik, hingga batasan iklan minuman berpemanis di kategori usia anak.
"Comprehensive action plan pengendalian konsumsi gula dengan kebijakan cukai minuman mengandung gula, pemanis dan restriksi pemasaran pada anak, dan edukasi nutrisi pada publik," sebutnya.
Ia juga mengingatkan sederet risiko yang mengintai akibat berlebihan mengonsumsi gula. "Bisa kena penyakit yang sulit sembuh dan berakhir kematian," sambung Pandu.
"Konsumsi makanan dan minuman yang mengandung gula tinggi bisa merusak organ-organ tubuh kita," pesan dia.
Hingga kini, belum ada keterangan resmi dari pihak Es Teh Indonesia, tetapi dalam akun Twitter @esteh_indonesia, merespons protes kandungan gula dalam produknya, perusahaan menegaskan akan melakukan perbaikan terkait takaran gula.
"Yang kami prioritaskan adalah kritik, saran, dan masukan mengenai produk. Itu sudah kami teruskan kepada tim terkait kami agar ke depannya lebih baik lagi perihal takaran sugar," jelas @esteh_indonesia.
(naf/up)











































