3 Upaya Proteksi Optimal untuk Pencegahan COVID-19 pada Pasien Kanker

Inkana Putri - detikHealth
Kamis, 02 Feb 2023 09:55 WIB
Foto: Istimewa
Jakarta - Pasien kanker kerap dianggap sebagai kelompok rentang yang memiliki risiko terjangkit COVID-19 lebih tinggi. Adapun hal ini lantaran pasien kanker memiliki sistem kekebalan tubuh yang belum memadai.

"Salah satu penyebabnya adalah kondisi respon imun pasien yang belum cukup memadai dalam memberikan proteksi terhadap penyakit/infeksi, salah satunya COVID-19. Namun, tidak semua pasien kanker memiliki karakteristik yang sama," ungkap Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Hemato-Onkologi Medik dr. Jeffry Beta Tenggara dalam keterangan tertulis, Kamis (2/2/2023).

"Risiko terjadinya COVID-19 yang parah dapat berkaitan dengan factor-faktor lain seperti demografi dan parameter klinis sehingga menyebabkan perbedaan derajat proteksi pada pasien kanker, termasuk kondisi kanker dan jenis terapi kanker," sambungnya.

Lebih lanjut, dr. Jeffry menjelaskan kondisi ini membuat pasien kanker memiliki mengalami gejala COVID-19 lebih parah, bahkan hingga risiko kematian yang lebih tinggi. Oleh karena itu, ia mengingatkan pentingnya proteksi khusus untuk pasien kanker.

"Berdasarkan studi meta-analisis dari 52 penelitian yang melibatkan 18.650 pasien kanker dengan COVID-19, laju mortalitas sebesar 25.6% yang artinya pasien kanker yang terkena COVID-19 memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami kematian sehingga diperlukan mendapatkan perhatian khusus," paparnya

"(Di samping itu, dari 1557 pasien kanker yang sedang dalam pemulihan dari COVID-19, 15% pasien dilaporkan mengalami beberapa kondisi seperti gangguan pernapasan (49.6%), lelah (41%) dan disfungsi kognitif serta psikologis (4.3%). Gejala COVID-19 yang bertahan ini, lebih sering ditemui pada usia lanjut, memiliki komorbid, dan riwayat merokok," lanjutnya.

Proteksi Optimal untuk Pencegahan COVID-19 pada Pasien Kanker

Soal proteksi pada pasien kanker, dr. Jeffry menyebut terdapat tiga hal yang dapat dilakukan. Pertama, menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Hal ini meliputi memakai masker, mencuci tangan hingga menjaga jarak.

"Kedua dengan memproteksi dari dalam tubuh yaitu dengan vaksinasi, baik primer maupun booster. Meskipun beberapa data menunjukkan perbedaan respon vaksinasi antara pasien kanker dengan populasi sehat, saat ini vaksinasi merupakan rekomendasi terbaik, tidak hanya di Indonesia tapi juga negara lain," jelasnya.

Ketiga, pasien kanker juga perlu mendapatkan antibodi monoklonal melalui imunisasi pasif. Berbeda seperti imunisasi aktif yang membentuk kekebalan tubuh melalui vaksinasi, imunisasi pasif membentuk kekebalan tubuh dengan pemberian antibodi dari luar tubuh. Dalam hal ini, antibodi monoklonal menargetkan Spike Protein Virus COVID-19 sebagai pencegahan (Pre exposure Prohylaxis/PrEP) terhadap infeksi SARS-CoV-2.

"Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, saat ini peneliti menemukan salah satu opsi sebagai perlindungan tambahan untuk mencegah terjadinya dampak buruk dari COVID-19, khususnya bagi kelompok rentan yang respon imunnya tidak memadai untuk memberikan proteksi terhadap COVID-19. Proteksi tambahan yang dimaksud salah satunya dengan pemberian antibodi monoklonal pada kondisi tertentu," katanya.

"Tujuannya sama dengan vaksinasi yaitu untuk mencegah terjadinya COVID-19, khususnya gejala/dampak buruk yang dihasilkan dari COVID-19. Perbedaannya, pada pemberian antibodi monoklonal, tubuh tidak perlu membuat antibodi sendiri karena sudah diberikan secara langsung," imbuh dr. Jeffry.

Ia menambahkan antibodi monoklonal juga memberikan perlindungan jangka panjang hingga 6 bulan dan dinilai efektif untuk mencegah risiko COVID-19 pada kelompok rentan, salah satunya pasien kanker.

"Di sisi lain, antibodi monoklonal dapat memberikan perlindungan jangka panjang hingga 6 bulan dan efektif melawan virus SARS Cov-2 yang telah bermutasi," tutupnya.

Simak Video "Video: Sembuh dari Covid Bukan Berarti Aman"


(ega/ega)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork