BPOM Buka-bukaan Gaduh Hasil Uji Obat Sirup Beda dengan Labkesda

Nafilah Sri Sagita K - detikHealth
Minggu, 19 Feb 2023 10:45 WIB
Ilustrasi obat sirup. (Foto: Getty Images/iStockphoto/spukkato)
Jakarta -

Kasus baru gagal ginjal akut di DKI Jakarta belakangan memicu kekhawatiran masih beredarnya obat sirup tercemar etilen glikol dan dietilen glikol di luar ambang batas aman. Namun, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) menekankan hasil dari tujuh sampel yang dianalisis terkait kasus tersebut, dinyatakan aman.

Baik dari sisa obat yang diminum pasien hingga penelusuran ke bahan baku yang dipakai obat sirup, seluruhnya memenuhi standar. Artinya boleh digunakan sesuai dengan anjuran pakai, obat yang dikonsumsi pasien baru gagal ginjal akut tersebut adalah Praxion. Sempat ditarik secara sukarela oleh industri farmasi sebagai kehati-hatian, BPOM sudah kembali mengizinkan peredaran tersebut.

Hasil bebas cemaran versi BPOM RI sempat dipertanyakan lantaran berbeda dengan laporan Labkesda yang menemukan jejak EG dan DEG pada darah pasien, karenanya muncul desakan uji pembanding untuk menjawab perbedaan.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga sebelumnya menyebut uji obat sirup bakal dilakukan pekan lalu, tetapi hingga kini belum ada kejelasan hasil yang menyimpulkan penyebab dari meninggalnya anak dengan keluhan gagal ginjal akut.

Kepala Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan BPOM, Mohamad Kashuri, mengaku heran jika harus dilakukan uji ulang yang kemudian memicu kegaduhan di masyarakat, terkait kebenaran sirup obat aman atau tidak.

"Selama pengujian EG-DEG kami juga sempat berkoordinasi di 2022. Mohon maaf saya sampaikan di sini banyak sampel yang diuji oleh Labkesda setelah diklarifikasi ke kami, harus dilakukan uji ulang, karena interpretasi analisisnya yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah pengujian," beber dia dalam agenda Rapat Dengar Pendapat Komisi IX, baru-baru ini.

Meski begitu, BPOM disebut sudah mengonfirmasi hasil uji mereka dengan uji lab lain yang prosedurnya juga memenuhi good laboratory practice. Hasilnya valid dan metode yang dipakai sesuai dengan kaidah tingkat regional maupun global.

"Mau lab mana lagi yang harus kita mintakan terkait dengan hasil uji dari BPOM? Saya kira cukup dari otoritas BPOM, tentu yang utama adalah bagaimana kita mendudukkan persoalannya, kalau pengujian ini diamanatkan oleh regulasi, bahwa BPOM yang memiliki otoritas," kata dia.

"Itu mestinya, kita tidak melarang siapapun menguji, tapi otoritas yang menyampaikan, menginformasikan kepada masyarakat mestinya satu, pemerintah, siapa? BPOM RI. Yang lain? Tahan diri dulu, hasilnya berbeda bagaimana? Ini kan tidak. Sehingga menyebabkan kegaduhan di mana-mana," sambungnya.

Terkait kasus EG dan DEG pada Oktober lalu, sudah ada enam industri farmasi yang terbukti melakukan pelanggaran. Adapun PT Afi Farma ditangani oleh kepolisian, sisanya ditindaklanjuti oleh BPOM RI yakni PT Yarindo Farma, PT Universal Pharmaceutical, PT Samco Farma, PT Ciubros Farma, dan PT Rama Emerald Multisukses.

"BPOM dalam memberikan sanksi adalah untuk memberikan efek jera," tegasnya.



Simak Video "Video BPOM Kerjasama dengan USP Tingkatkan Standar Pengawasan Obat"

(naf/naf)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork