Belakangan waktu terakhir, langit Jakarta dan sekitarnya, termasuk Tangerang Selatan, tampak seperti berkabut. Namun jika dilihat dengan baik-baik, itu bukanlah udara sejuk seperti di pegunungan, melainkan kabut yang disebabkan dari asap polusi udara.
Pada Senin (29/5/2023) pukul 15.00 WIB, tercatat indeks kualitas udara di Tangerang Selatan berada di level tidak sehat, yaitu 177 berdasarkan data IQair. Begitu juga dengan Jakarta yang tak jauh berbeda dengan Tangerang Selatan, indeks kualitas udara di Jakarta juga berada di level yang tak sehat untuk kelompok sensitif, yaitu di angka 131.
Terkait hal ini, juru bicara Kementerian Kesehatan RI dr Mohammad Syahril mengungkapkan polusi udara yang buruk bisa menjadi faktor risiko beberapa penyakit serius, seperti PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis) hingga kanker paru.
"Jadi intinya, PPOK ini disebabkan oleh karena polusi udara atau kualitas udara yang dihirup itu mengandung zat-zat yang bisa menyebabkan iritasi maupun yang mampu menyebabkan kerusakan di dalam saluran napas," ucapnya saat ditemui di Jakarta Selatan, Senin (29/5).
Meskipun begitu, ia menyebut hal tersebut tak serta merta terjadi dalam waktu singkat, seperti sehari atau dua hari setelah terpapar polusi. Menurutnya, membutuhkan waktu yang lama dan tergantung seberapa besarnya kadar polusi yang dihirup oleh seseorang.
"Apa lagi merokok, misalnya 'saya sudah merokok 3 tahun' ya mungkin belum. Mungkin beberapa tahun baru ketahuan," ucapnya lagi.
dr Syahril juga mewanti-wanti masyarakat untuk menggunakan masker di tengah polusi udara yang sedang memburuk. Hal ini berguna untuk mencegah terpapar penyakit kronis.
NEXT: Pakai masker!
Simak Video "Video: Polusi Udara Bisa Meningkatkan Risiko Diabetes "
(suc/up)