Kontroversi seputar asal mula virus SARS-CoV-2, agen penyebab COVID-19, kembali muncul setelah seorang ilmuwan dari Institut Virologi Wuhan, Chao Shao, menuduh negaranya merekayasa virus corona sebagai senjata biologis.
Hal tersebut diungkapkan dalam wawancara eksklusifnya bersama anggota Asosiasi Pers Internasional, Jennifer Zeng. Saat itu, ia memberikan informasi langsung dan wawasan unik tentang Tiongkok dan Partai Komunis Tiongkok (PKT).
Shao mengklaim, dia dan rekan kerjanya sempat diberi empat jenis virus Corona yang berbeda oleh atasannya untuk diuji. Ini dilakukan untuk menentukan jenis virus mana yang paling efektif untuk menyebar ke berbagai spesies, termasuk manusia.
Dia juga mengungkapkan soal rekan-rekannya yang tiba-tiba hilang selama Pertandingan Dunia Militer 2019 yang digelar di Wuhan. Bahkan, beberapa dari mereka dikirim ke hotel tempat menginap atlet internasional untuk mengecek kondisi kesehatan mereka. Shao menduga mereka berpotensi terlibat dalam penyebaran virus tersebut.
Tak hanya itu, pada April 2022, Shao sempat dikirim ke Xinjiang untuk menilai status kesehatan tahanan Uighur yang ditahan di kamp pendidikan ulang atau kamp konsentrasi, seolah-olah untuk mempercepat pembebasan tahanan Uighur.
Lantaran tugasnya itu tidak relevannya keahlian virologi dalam melakukan pemeriksaan kesehatan, Chao Shao dengan tegas menyiratkan bahwa misinya di Xinjiang adalah untuk memfasilitasi penyebaran virus atau untuk mempelajari pengaruhnya terhadap manusia.
Meskipun begitu, Shao menekankan bahwa informasi-informasi yang diucapkannya hanya mewakili sebagian kecil dari keseluruhan teka-teki. Asal muasal sebenarnya dari pandemi, yang telah merenggut nyawa tujuh juta jiwa di seluruh dunia, tetap menjadi subjek penyelidikan yang sedang berlangsung.
Adapun klaim Shao datang tak lama setelah badan intelijen AS menyatakan bahwa mereka tidak menemukan bukti bahwa laboratorium China terlibat dalam rekayasa genetika pada virus yang terkait dengan COVID-19 atau memiliki virus semacam itu dalam persediaan mereka sebelum wabah 2019.
Keraguan Pakar soal Senjata Biologis
Terkait klaim tersebut, seorang ilmuwan dan mantan kepala epidemiologi dan penyakit menular di Dewan Penelitian Medis India (ICMR), Lalit Kant turut menanggapi. Ia mengatakan hingga saat ini bukti yang muncul dari berbagai penyelidikan tidak mendukung bahwa SARS-CoV-2 direkayasa secara genetik.
Namun, Kant menekankan bahwa pengetahuan saat ini juga tidak menyangkal kemungkinan SARS-CoV-2 bisa saja berasal dari laboratorium.
Kent memiliki pandangan yang beragam terkait tuduhan China menjadikan COVID-19 sebagai senjata biologis. Terlebih sebagian percaya bahwa SARS-CoV-2 tidak memiliki kriteria yang baik sebagai senjata biologis.
"SARS-CoV-2 memang menyebabkan kepanikan, dan virusnya sangat menular, tetapi tidak semua orang yang tertular infeksi itu mengalami penyakit itu," ucap Kent dikutip dari Business Today.
Secara ilmiah senjata biologis umumnya ditargetkan pada orang dewasa muda dan populasi paruh baya. Namun SARS-CoV-2 sebagian besar menyerang orang tua dan orang-orang yang memiliki kondisi kesehatan lain. Kant mengatakan bahwa senjata biologis seharusnya stabil di lingkungan dan membutuhkan tingkat kontrol pelepasan tertentu.
Selain itu, Kant juga mempertanyakan mengapa China melepaskan senjata biologis pada populasinya sendiri, terlebih SARS-CoV-2 sama sekali tak menguntungkan China. Karenanya, Kant menyimpulkan bahwa virus Corona tidak mungkin direkayasa secara genetik sebagai senjata biologis.
NEXT: Bukan kali pertama COVID-19 diklaim sebagai senjata biologis
(suc/up)