Pakar polimer Mochamad Chalid menyoroti kontaminasi Bisfenol A (BPA) di dalam galon air minum dalam kemasan (AMDK). Ia mengatakan paparan suhu matahari pada saat proses distribusi kemasan galon isi ulang berpotensi memicu migrasi BPA ke dalam air minum di dalamnya.
Adapun kerasnya paparan sinar matahari telah membuat bahan kimia berbahaya BPA pada kemasan galon terlepas, atau luruh dan mengontaminasi air minum.
"Peluruhan BPA sangat tergantung pada suhu, dan berapa lama galon kemasan air minum isi ulang itu disimpan atau digunakan, yang bisa berdampak terjadinya migrasi BPA ke dalam produk air minum dalam kemasan," kata Chalid dalam keterangan tertulis, Sabtu (21/10/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam sebuah wawancara di salah satu media televisi, Kepala lembaga Center for Sustainability and Waste Management Universitas Indonesia (CSWM UI) ini menjelaskan peluruhan bahan kimia BPA ke air minum dalam galon bukan hanya terjadi karena paparan sinar matahari saat distribusi, namun karena faktor lain seperti, pencucian galon polikarbonat yang tidak tepat.
"Faktor lain adalah potensi keasaman (Ph), karena galon isi ulang itu dicuci dengan deterjen, maka dapat meningkatkan keasaman pada air dalam kemasan," katanya.
Panas matahari memang bukan satu-satunya pemicu peluruhan BPA. Adapun hal ini dapat terjadi karena goncangan keras yang dialami oleh galon-galon air selama perjalanan untuk diantar ke agen dan konsumen. Goncangan tersebut memberi tekanan tambahan pada dinding polikarbonat, mempercepat proses peluruhan BPA dan membuatnya mudah bercampur dengan air minum di dalamnya.
Chalid menambahkan, proses pencucian yang tidak benar juga dapat memperburuk situasi. Terlebih jika pengguna mencuci galon polikarbonat menggunakan sikat kasar dan air panas.
Namun, ironisnya, proses ini justru mempercepat peluruhan BPA. Air panas dan gesekan dari sikat dapat merusak lapisan polikarbonat dan memungkinkan BPA untuk terlepas lebih mudah.
Sayangnya, masyarakat masih tak sadar akan ancaman ini. Mereka percaya air minum dalam kemasan polikarbonat sebagai sumber air yang aman, tanpa menyadari risiko potensi minuman mereka terpapar senyawa kimia BPA.
Besarnya bahaya BPA pada manusia ini pun ditekankan oleh pakar Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat dari Universitas Indonesia Pandu Riono. Dalam forum wawancara yang sama, Pandu menekankan risiko kesehatan yang ditimbulkan akibat BPA.
"Bahkan sejak dalam kandungan sudah ada potensi yang bisa mengganggu pertumbuhan janin, sehingga dalam perkembangannya akan menimbulkan berbagai masalah kesehatan, termasuk di antaranya ASD (Autism Spectrum Disorder) atau autisme, dan ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity Disorder)," jelas Pandu.
Menurut Pandu, akumulasi konsumsi air yang terkontaminasi BPA dalam jangka panjang akan menimbulkan gangguan dalam sistem tubuh manusia. Gangguan ini bisa muncul dalam bentuk berbagai macam gangguan mulai dari reproduksi hingga kanker.
"Semua penyakit ini trend-nya sedang meningkat, walau bukan disebut penyakit menular," ucapnya.
"Air yang disimpan dalam kemasan zat toksik ini secara perlahan-lahan meracuni kita, tanpa kita sadari," ungkap Pandu.
Seperti diketahui, BPA merupakan senyawa kimia yang digunakan dalam produksi polikarbonat serta dalam pembuatan resin epoxy. Namun, keberadaan BPA dalam produk sehari-hari seperti botol plastik, kemasan makanan, dan galon air polikarbonat memiliki potensi risiko kesehatan bagi manusia.
BPA dianggap sebagai endokrin disruptor, yang berarti senyawa ini dapat mengganggu sistem hormonal dalam tubuh manusia manusia.
Terpapar BPA dalam jangka panjang bisa menimbulkan berbagai masalah kesehatan, termasuk masalah reproduksi, peningkatan risiko kanker, gangguan perkembangan pada anak-anak, serta masalah kesehatan mental.
Sejauh ini, beberapa negara dan yurisdiksi telah mengambil langkah-langkah tegas. Uni Eropa, Kanada, dan beberapa negara bagian di Amerika Serikat telah mengeluarkan larangan atau memperketat regulasi terkait penggunaan BPA.
Uni Eropa, pun telah memperkenalkan regulasi yang melarang penggunaan BPA dalam botol bayi sejak 2011. Pada 2018, Uni Eropa juga melarang penggunaan BPA dalam kemasan makanan bayi dan mengeluarkan regulasi untuk membatasi penggunaan BPA dalam produk-produk makanan lainnya.
Pada 2010, Kanada menjadi negara pertama yang mengklasifikasikan BPA sebagai zat berbahaya. Sejak itu, Kanada melarang penggunaan BPA dalam botol bayi, serta mengurangi jumlah BPA yang diperbolehkan dalam produk makanan.
Di Amerika Serikat, beberapa negara bagian seperti California, Connecticut, dan Washington telah memperketat regulasi terkait penggunaan BPA dalam produk-produk anak-anak dan bayi. Selain itu, Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat juga telah melarang penggunaan BPA dalam botol bayi sejak 2012.











































