Round up

Ada Banyak 'Jarkom Liar', Grup WA-Telegram PPDS Kini Wajib Terdaftar di Kemenkes

Averus Kautsar - detikHealth
Selasa, 29 Okt 2024 06:00 WIB
Ilustrasi. (Foto: Getty Images)
Jakarta -

Baru-baru ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengeluarkan edaran terkait aturan grup WhatsApp hingga jaringan komunikasi (jarkom) lain yang digunakan untuk peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS). Biasanya grup ini digunakan oleh senior untuk memberikan instruksi pada junior PPDS.

"Setiap grup jaringan komunikasi, WhatsApp, Telegram, dan sebagainya, peserta didik PPDS harus terdaftar resmi pada rumah sakit dan di dalam grup tersebut harus ada kepala departemen sebagai perwakilan dari RS dan ketua program studi sebagai perwakilan FK untuk memudahkan pemantauan," terang edaran yang diteken oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kemenkes Azhar Jaya, Jumat (25/10/2024).

Grup WA Kerap Disalahgunakan

Azhar Jaya menjelaskan grup Whatsapp PPDS sebagai wadah mengirimkan informasi dan instruksi sebenarnya bermanfaat. Namun, dalam praktiknya aksi perundungan di lingkungan PPDS justru sering terjadi di grup chat antara senior dan junior.

Melalui grup Whatsapp tersebut, junior yang menjadi korban perundungan kerap menerima hinaan, instruksi atau perintah di luar kepentingan pendidikan, hingga pemberian hukuman yang di luar batas wajar. Oleh karena itu, aturan baru tersebut diharapkan dapat memonitor dan memberikan perlindungan junior di lingkungan PPDS.

"Kita lihat salah satu penyebabnya adalah karena di grup-grup jarkom itu tidak ada pembinaan baik dari pihak rumah sakit, maupun dari pihak FK (fakultas kedokteran)," ujar Azhar ketika ditemui awak media di Jakarta Pusat, Senin (28/10/2024).

"Nah, kalau dalam grup itu ada taruhlah ada kepala prodinya, ada KSM-nya (kelompok staf medis), tentunya mereka kan dalam tanda kutip akan lebih sopan dalam menegur juniornya," sambungnya.

Kekhawatiran Soal Pelanggaran Privasi

Azhar menekankan aturan ini diberlakukan sebagai salah satu langkah untuk memberikan perlindungan pada junior di PPDS. Bukanlah sebuah bentuk pembatasan, apalagi melanggar privasi.

"Grup itu kan diciptakan untuk informasi dan mempermudah komunikasi kan. Pertanyaan saya, kalau tidak ada yang perlu ditakutkan, kenapa harus disembunyikan?" ujar Azhar.

Menurutnya, cara ini juga bisa menjadi salah satu menjaga transparansi pemberian koordinasi atau perintah pada peserta PPDS. Dalam banyak kasus perundungan, junior mendapatkan instruksi khusus di luar pembelajaran oleh senior melalui grup chat.

"Ini kan grup pendidikan, ini kan grup jaringan, apa yang mau diprivasikan? Orangnya juga terbatas. Dia mau ngomongin misalnya kondisi pasien juga nggak apa-apa. Apa yang ditakutin?" tambahnya lagi.

NEXT: Tidak semua jenis grup WhatsApp dilaporkan




(avk/naf)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork