"Dulu malah awal-awalnya pakai bekas, sekarang udah enggak pakai yang bekas. Biasanya pakainya (pembalut) yang bersayap, yang banyak gelnya," kata Indra Dwi Purnomo, MPsi, Dosen Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata yang turut menangani kasus ini.
Tentu saja hal ini menjadi keprihatinan bersama, sebab baik menggunakan pembalut baru atau bekas sama-sama memiliki risiko bagi kesehatan seseorang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekelompok remaja di Jateng mabuk-mabukan dengan rebusan pembalut. Netizen tercengang dengan fenomena yang tidak biasa ini. Foto: detikHealth |
Menarik benang merah dari masalah ini, perlu adanya perhatian pada para remaja dalam masa tumbuh kembangnya. Remaja perlu merasa lingkungannya, terutama orangtua, mampu menjadi teman untuk berkeluh kesah dan berbagi.
"Always sharing untuk remaja. Orang tua bersikapnya juga perlu di sesuaikan karena sering kali mereka marah membuat anak enggak bisa curhat," saran pria yang juga dosen Psikologi Forensik Akademi Kepolisian tersebut.
"Kalau remaja enggak bisa curhat, mereka cari penyelesaian sendiri. Usaha sendiri eggak bisa, ke lingkungan. Nah temen-temennya masih sama remaja, bisa aja menempuh penyelesaian enggak pas," tandasnya.












































Sekelompok remaja di Jateng mabuk-mabukan dengan rebusan pembalut. Netizen tercengang dengan fenomena yang tidak biasa ini. Foto: detikHealth