Sampai akhirnya setelah terdiagnosis dan banyak baca soal OCD, saya jadi sadar teman saya punya masalah 'tipe checker' mirip tanda OCD. Saya pun menyarankan dia ke psikiater namun entah kenapa dia menolak banget.
Ya itu memang pilihan sih, senyamannya saja untuk pilih pakar mana yang mau dicari saat butuh bantuan. Cuma beberapa orang yang saya tanya kebanyakan sih orang merasa takut ketergantungan sama obat dari psikiater.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Tanda-tanda Seseorang Memiliki OCD (1) |
Saya yang penasaran pun memanfaatkan jaringan yang saya punya selama kerja jadi kuli ketik di bagian kesehatan. Langsung saya hubungi dr Hari Nugroho peneliti dari Institute of Mental Health, Addiction & Neuroscience (IMAN). Saya pun menanyakan langsung via WA (Whatsapp): 'Dok, emang kalau minum obat untuk atasi OCD dari dokter bisa bikin ketergantungan ya?'
"Nggak kok, asal sesuai dosis indikasi dan rajin kontrolnya," jawab dia.
Saya pernah kepikiran sih takut ke psikiater karena nanti jadi candu bagaimana? Tapi setelah saya pikir-pikir, nah itulah gunanya kalian ke dokter agar memastikan kalian nggak salah jalan dalam berobat.
NEXT >> Kenali Obatmu!
Satu hal yang jadi catatan dr Hari, kalian juga harus tahu obat apa yang kalian konsumsi ya.
"Biasanya proses kecanduan, itu akan nongol kalau kita tidak menyadari fungsi, manfaat dan risiko obat. Jadi tiba-tiba dia merasa seperti dapet reinforcement positif," tuturnya. Saya baca chat dia manggut-manggut sendiri.
Ini yang bikin bahaya, karena takut ke dokter maka orang suka cari self medication. Merasa cocok dengan obat yang temennya kasih dia pun asal meminumnya. Masih kata beliau, orang dengan OCD yang asal self medication memang rentan kecanduan, loh.
"Itulah yang lebih berisiko untuk kecanduan. Belum lagi kalau dia nyari zat yang illegal."
Kalau sudah ke dokter pun, dr Hari menyarankan harus selalu jujur sama psikiater kalian tentang apapun yang kalian rasakan setelah pengobatan dan konsultasi.
"Harus jujur mengkomunikasikan misalnya sudah merasa minum obatnya tidak sesuai dosis yang dianjurkan. Seringnya komunikasi nggak berjalan baik soalnya pasien takut dibilang 'pecandu' dan obatnya distop. Dokter juga kadang takut nanya, takut pasien bereaksi negatif."
Terus minum obatnya berapa lama? Tergantung kondisi dong dan dokter yang biasanya lebih tahu. Kalau kata dr Hari, bisa jadi seumur hidup konsumsi akan tetapi balik lagi tergantung kondisi.
"Biasanya stabil 2-3 tahun. Bisa latihan mindfulness juga," sarannya sembari menutup percakapan random kami di pagi hari.
NEXT >> Berobat ke Psikiater, Mahal Nggak Sih?
Oh iya, satu lagi soal masalah biaya. Kalau mau browsing pasti kalian nemu rumah sakit dengan pelayanan poli kejiwaan yang murah. Bahkan di sejumlah kecamatan juga nyediain poli khusus psikolog yang juga bisa membantu lewat terapi-terapi lain.
Nah, ayo, sok, kalau sudah ada diagnosis dijamin kamu bakal lebih bisa menerima kondisi diri dan tahu cara untuk sembuh. Setidaknya bakal makin banyak orang yang perhatian ke kamu dan kamu bahagia terus. Cielah.
Kalau kalian mau tahu, biaya saya ke dokter itu kurang dari Rp 200 ribu untuk minggu pertama termasuk obat dan konsultasi. Mau tanya lebih lanjut? Bisa cek ke instagram saya @aisyahkamalia. Semoga membantu ya!
Halaman 2 dari 3
Simak Video "Video: PDSKJI Sebut Daya Kognitif Lemah Buat Perilaku Remaja Makin Agresif"
[Gambas:Video 20detik]
(ask/up)











































