Istilah 'sleepover date' viral di media sosial dan menjadi pembicaraan netizen. Istilah tersebut mengacu pada aktivitas menginap bersama pacar. Sontak hal ini menuai kritik sejumlah netizen yang menilai, istilah tersebut merujuk pada aktivitas seks bebas.
Pakar seks dr Boyke Dian Nugraha mewanti-wanti risiko penularan HIV di balik viral tren istilah tersebut. Ia khawatir istilah semacam ini mengaburkan perilaku seks bebas dengan segala risikonya.
"Sama saja. Semua perilaku seks bebas. Hati-hati HIV/AIDS," sebut dr Boyke kepada detikcom Kamis (8/9/2022).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara Psikolog klinis dan founder pusat konsultasi Anastasia and Associate, Anastasia Sari Dewi, menegaskan istilah 'sleepover date' merupakan bentuk pengembangan menyusul istilah-istilah yang sudah pernah ada sebelumnya seperti Teman tapi Mesra (TTM) atau Friends with Benefits (FWB).
"Pandangan saya, ini (sleepover date) menjadi fenomena sosial yang dipopulerkan dengan istilah-istilah baru untuk menjelaskan hubungan satu orang dengan orang lainnya dengan lebih mudah," jelas Sari saat dihubungi detikcom, Rabu (7/9).
Senada dengan komentar sebelumnya, kemunculan istilah 'sleepover date' menurut Sari bisa merujuk pada aktivitas seks bebas. Dengan istilah tersebut, kesan vulgar pada perilaku seks bebas bisa dikaburkan. Ia khawatir, jika istilah tersebut semakin marak digunakan, perilaku seks bebas ikut semakin ternormalisasi.
"Memang dari kata-katanya sendiri pun, ini orang sudah bisa menyimpulkan arahnya ke sana. Tapi yang menjadi saya khawatir kalau dari sudut pandang psikologi, ini seolah-olah nanti istilah yang lebih mudah dikatakan. Semakin mudah dikatakan, menjadi normalisasi seolah-olah ini adalah hal yang normal, hal yang wajar, baik-baik saja," terangnya.
NEXT PAGE: Risiko fisik dan mental
Menurut Sari, bagaimana pun bentuknya, perilaku seks bebas bisa berimbas pada fisik hingga mental. Hal ini dapat berdampak pada keberhargaan diri dan risiko secara sosial.
"Padahal, untuk hal yang berisiko ini disayangkan sekali. Untuk hal-hal berisiko, yang sifatnya bisa merugikan baik secara fisik maupun mental, ini seharusnya jangan dinormalisasi," imbuh Sari.
"Risiko fisik itu pasti dampaknya besar sekali terhadap psikologi. Keberhargaan diri, kemudian risiko dia secara sosial, aktualisasi dirinya di hal-hal lain, itu menjadi fokusnya kurang karena terlalu asyik dengan hal-hal yang seperti ini. Jadi fisik dan psikologis tentu dampaknya besar," sambungnya.
Bikin Sulit Berkomitmen
Selain itu, perilaku seks bebas dengan titel 'Sleepover Date' berisiko memicu turunnya keberhargaan diri dan keberanian untuk berkomitmen dalam hubungan.
"Selain keberhargaan diri, keberanian untuk berkomitmen, kejujuran terhadap orang lain atau keluarga, ini semakin lama akan semakin terkikis dengan kebiasaan-kebiasaan seperti ini. Menghargai komitmen, keseriusan, dan lain-lain juga akan berkurang karena pemikirannya adalah hanya ke arah situ," pungkasnya.











































