Viral pernyataan Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin yang menyebut pria memakai celana jeans berukuran 33-34 akan lebih cepat 'menghadap Allah SWT'. Saat dikonfirmasi, ia meluruskan bahwa pernyataan tersebut mengacu pada analogi berbahaya terhadap visceral fat atau lemak viseral menumpuk di area perut akibat keseringan makan makanan berlemak.
"Jadi gini ya, kalau lemak itu kita makan normalnya masuk di bawah kulit subcutaneus, tahu dari situ berlebihan nanti dia nempel ke organ jantung, liver itu namanya visceral fat," kata Menkes Budi ketika ditemui awak media di Kantor DPR-MPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (14/5/2025).
Menkes mengatakan keberadaan visceral fat dapat mengeluarkan pro-inflamasi sitokin berupa interleukin 6, yang dapat memicu kerusakan organ.
Oleh karena itu, ia meminta masyarakat untuk menjaga body mass index (BMI) di bawah angka 24 untuk masuk kategori normal. Tapi karena istilah BMI belum banyak dipahami, ia menggunakan indikator 'ukuran celana' dan lingkar perut yang mungkin lebih dipahami.
"Jadi memang seharusnya kita harus menurunkan BMI kita di bawah 24. BMI di bawah 24 kan susah ngomongnya, yang lebih gampang ngomongnya lingkar perut laki-laki di bawah 90, wanita di bawah 80," jelasnya.
Apa Itu Visceral Fat?
Spesialis penyakit dalam, dr Aru Ariadno, SpPD-KGEH menjelaskan lemak viseral atau visceral fat adalah lemak yang berada di rongga perut dan menyelimuti organ-organ vital seperti hati dan usus.
Lemak ini memiliki fungsi alami dalam tubuh, berperan sebagai pelindung organ-organ perut dari goncangan atau benturan dari luar, sekaligus menjadi cadangan energi.
"Tetapi bila berlebih bisa menimbulkan gangguan kesehatan yang serius," ucapnya saat dihubungi detikcom, Kamis (15/5).
Terdapat beberapa faktor yang memicu peningkatan visceral fat. Menurut dr Aru, faktor seperti genetik, pola makan yang salah atau buruk, serta stres yang lama disertai peningkatan kadar kortisol dapat memicu peningkatan visceral fat di perut. Penumpukan lemak yang berlebihan menjadi indikasi seseorang mengalami obesitas.
"Obesitas merupakan salah satu penyebab kelainan yg disebut sindrom metabolik, di mana terjadi peningkatan tekanan darah, kadar kolesterol jahat meningkat dan terjadinya peningkatan kadar gula darah," kata dr Aru.
"Akibat sindroma metabolik maka dapat terjadi gangguan di pembuluh darah yg disebut aterosklerosis yang merupakan cikal bakal terjadinya stroke, serangan jantung akibat sumbatan koroner maupun gangguan organ tubuh lainnya spt ginjal, fatty liver dan lain-lain," lanjutnya lagi.
Lingkar Pinggang Juga Ukuran Obesitas
Sementara itu, spesialis penyakit dalam Prof Dr dr Ketut Suastika, SpPD-KEMD mengatakan obesitas dapat diukur dengan dua cara, yakni menggunakan Indeks Massa Tubuh atau Body Mass Index (BMI) dan lingkar perut.
Seseorang dapat dikatakan obesitas jika ditandai dengan skor 25 kg/m2 ke atas. Skor ini didapat dari perbandingan berat badan dalam kg, dengan kuadrat tinggi badan dalam meter.
"Kalau pakai lingkar perut, untuk laki lebih dari 90 (cm) dan wanita lebih dari 80 cm," kata Prof Suas.
Dalam kaitannya dengan ukuran celana, ukuran 33 umumnya setara dengan lingkar pinggang sekitar 84 cm, dan ukuran 34 setara dengan 87 cm. Dengan demikian, ukuran celana bisa menjadi petunjuk awal adanya penumpukan lemak di perut, khususnya lemak visceral.
Di sisi lain perhitungan BMI atau IMT (Indeks Massa Tubuh) punya kelemahan, yakni tidak memperhitungkan komposisi massa tubuh. Seseorang yang sangat berotot misalnya, bisa saja terhitung obesitas meski sebenarnya sangat bugar. Karena itulah, ukuran lingkar pinggang banyak juga digunakan sebagai pembanding
"Untuk komplikasi seperti diabetes, sakit jantung atau stroke lebih bagus lingkar perut sebagai acuan," kata Prof Suas.
NEXT: Lemak Viseral Bukan Satu-satunya Faktor Risiko Kematian Dini
(suc/up)